A. Pengertian
Trend dan Issu Dalam Pelayanan Kesehatan
Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai
pendekatan analisa, trend juga dapat di definisikan salah satu gambaran ataupun
informasi yang terjadi pada saat ini yang biasanya sedang popular di kalangan
masyarakat. Jadi trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak
orang saat ini dan kejadiannya berdasarkan fakta (Muharamiatul, 2012).
Sedangkan issu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang, yang
menyangkut ekonomi, moneter, sosial, politik, hukum, pembangunan nasional,
bencana alam, hari kiamat, kematian, ataupun tentang krisis. Atau sesuatu yang
sedang di bicarakan oleh banyak namun belum jelas faktannya atau buktinya
(Muharamiatul, 2012).
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan
perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
dunia sekitarnya. Sedangkan komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress,
mengatasi gangguan patologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang
lain ( Mundakir, 2006 ).
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah sakit berfungsi untuk memberikan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang dilakukan dalam upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat (Potter dan Perry, 2005).
B. Komunikasi
Dalam Pelayanan Kesehatan
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan
untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu.
Sekian banyak pengertian yang dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun
didasari prinsip yang sam yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi
tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi
sulit didenifisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi
dari kegiatan ini.
Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam
pemberian pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar
untuk berkolaborasi dengan dokter. Pada kenyataannya profesi keperawatan masih
kurang berkembang dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan
sejalan yaitu profesi kedokteran. Kerjasam dan kolaborasi dengan dokter perlu
pengetahuan, kemauan dan keterampilan, maupun sikap yang professional mulai
dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, maupun dengan mitra kerjanya,
sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan (Mundakir, 2006).
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan
kesehatan adalah pelayanan yang bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu
apabila memberikan kepuasan pada pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima
pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah dimensi
kelancaran komunikasi antaran petugas kesehatan (termasuk dokter) dengan
pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada
pengobatan secara medis saja, melainkan juga berorientasi pada komunikasi
karena pelayanan melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien,
serta sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan (Muharamiatul, 2012).
C. Pentingnya
Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan
orang lain dalam menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang
lain akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara
sesamanya. Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu
dalam berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari suatu
komunikasi. Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan
integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem social (Muharamiatul,
2012).
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
memberikan dampak yang sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual
maupun kelompok. Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada buruknya
hubungan antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang
dinyatakan sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial mempunyai kepentingan
yang tinggi pada unsur komunikasi. Komunikasi di lingkungan rumah sakit
diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan
ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi
yaitu konsumen internal an konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan
unsur hubungan antar individu yang bekerja. Komunikasi di lingkungan rumah
sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang
akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua
sisi yaitu konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen internal
melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik
hubungan secara horisontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang
terjalin antar tim multidisiplin termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya,
unsur adminitrasi sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen
internal. Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa
pelayanan, yaitu klien baik secara individual, kelompok, keluarga maupun
masyarakat yang ada di rumah sakit. Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada
suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi
antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut (Mundakir, 2006).
Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah :
1. Lemahnya
pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat melakukan intraksi
dengan klien.
2. Kurangnya
kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi dua arah secara
terapeutik.
3. Lemahnya
penerapan sistem evaluasi tindakan ( kinerja ) individual yang berdampak
terhadap lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu
hubungan interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih
terapeutik. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang dapat
terjadi pada komunikasi yang dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya.
Modifikasi yang perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah melakukan
pendekatan dengan berlandaskan pada model konseptual sebagai dasar ilmiah dalam
melakukan tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah melakukan komunikasi
dengan menggunakan pendekatan model konseptual proses interpersonal (Mundakir,
2006).
D. Faktor yang
Mempengaruhi Komunikasi
Menurut Muharamiatul (2012), faktor yang mempengaruhi
komunikasi antara lain :
1. Situasi atau
suasana
Situasi atau suasana yang penuh kebisangan akan mempengaruhi
baik atau tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima
komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur,
bahkan sulit diterima. Oleh karena itu, sebelum proses komunikasi dilaksanakan,
lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa supaya tenang dan nyaman. Komunikasi
yang berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang tepat mungkin diterima
dengan kurang tepat pula. Misalnya, apabila perawat memberikan penjelasan
kepada orang tua tentang cara menjaga kesterilan luka pada saat orang tua
sedang sedih, tentu saja pesan tersebut kurang diterima dengan baik oleh orang
tua karena perhatian orang tua tidak berfokus pada pesan yang disampaikan
perawat, melainkan pada perasaan sedihnya.
2. Kejelasan
pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi.
Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga
antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang
disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang
dijalankan. Oleh karena itu, komunikator harus memahami pesan sebelum
menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti komunikan dan menggunakan
artikulasi dan kalimat yang jelas.
E. Pemahaman
Kolaborasi
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang
berdasar jika hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses
kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi.
Bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh
kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir,
“ Apa diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran
seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sudah dijelaskan
secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum
kedokteran terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis
dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis, pemeriksaan fisik serta
hubungan dokter dan pasien. Mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat
langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu
seperti gabungan bimbingan-pasien.
Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para
perawat, pekerja sosial atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi
memang mereka berbagi linkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak
di didik untuk menanggapinya sebagai rekanan atau sejawat atau kolega.
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir,apa masalah pasien
ini? Bagaimana pasien menanganinya? bantuan apa yang dibutuhkannya? dan apa
yang dapat diberikan kepada pasien Perawat dididik untuk mampu menilai status
kesehatan pasien, merencanakan interfensi, melaksanakan rencana, mengevaluasi
hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik menyebutnya sebagai
proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar argumentasi bahwa profesi
keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang membantu individu sakit atau sehat
dalam menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga
pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi
dengan pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan
dalam praktek rumah sakit dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para
pelajar bekerja di unit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar
merawat,menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sering
pengetahuan yang direncanakan yang disengaja dan menjadi tanggung jawab bersama
untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara
tenaga profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan
atau perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan
dalam lingkup praktek profesional keperawatan dengan pengawasan dan supervisi
sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan
oleh perturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter
merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan
dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan
serta respek terhadap orang lain yang berkonstribusi terhadap perawatan
individu, keluarga dan masyarakat (Muharamiatul, 2012).
F. Trend dan
Issu Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan
Hubungan perawat dengan dokter adalah satu bentuk hubungan
interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada
pasien. Perspektif yang berbeda dalam memendang pasien, dalam prakteknya
menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses
kolaborasi. Kendala sikologi keilmuan dan individual, factor sosial, serta
budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborsi
yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif
yang dapat timbul jika hubungan kolaborasi dokter dengan perawat berlangsung
baik. American Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14
Rumah Sakit melaporkan bahwa hubungan dokter dengan perawat bukan hanya mungkin
dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami pasien. Terdapat
hubungan kolerasi positif antara kualitas huungan dokter perawat dengan kualitas
hasil yang didapatkan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dengan perawat sering dijumpai
pada tingkat profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan
tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional
dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih
tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan
kondisi sosial masih mendkung dominasi dokter. Inti sesungghnya dari konflik
perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap
pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi
kolaborasi khususnya dengan dokter. Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada
pasien berdasarkan instruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik,
sementara dokumentasi asuhan keperawatan meliputi proses keperawatan tidak ada.
Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat Rumah Sakit
Pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi
dalam melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu
menganggap bahwa perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai
asistennya, serta kebijakan Rumah Sakit yang kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan
proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien
dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayang kesehatan, serta menghambat upaya
pengembangan dari keperawatan sebagai profesi (Muharamiatul, 2012).
G. Anggota Tim
Interdisiplin
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok
profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian.
Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam
memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi: pasien,
perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker.
Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif,
bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam
interdisiplin tim. Perawat menfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai
penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Dokter
memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada
siuasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan
pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagai
membuat refelan pembarian pengobatan.
Kerjasama adalaha menghargai pendapat orang lain dan
bersedia memeriksa beberapa alterntif pendapat dan perubaha pelayanan.
Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan
konsesus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang
diperoleh dari hasil konsesus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
Komunikasi artinya bahwa etiap anggota bertanggung jawab untuk membagi
informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat
keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggot tim dalam batas
kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yng dibutuhkan dalam
perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi
dalammenyelesaikan permaslahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi
praktis profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan pada
pasien. Kolegasilitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan
profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkanseseorang atau
menghindari tanggung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan ari yang sama:
mutualitas, dimana dia mengartikan sebagai sutu hubungan yang menfalitasi suatu
proses dinamis antar orang-orang ditandai oleh keinginan maju mencapai tujuan
dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adlah konsep umum untuk semua elemen
kolaborasi. Tanpa rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi
ancaman, menghindari dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonom akan
ditekan dan koordinasi tidak kan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team
multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team:
1. Memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik
professional
2.
Produktifitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3.
Meningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4.
Meningkatnya kohensifitas antar professional
5. Kejelasan
peran dalam berinteraksi antar profesional
6. Menumbuhkan
komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin
kerjasama kemitraan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan
dari vokasional menjadi professional. Status yuridis seiring perubahan perwat
dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter yang sangt kompleks.
Tanggung jawab hokum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau
kelalaian. Yaitu, malpraktek medis, dan mal praktek keperwatan. Perlu ada kejelasan
dari pemerintah maupun para pihak yang terkait mengeni tanggung jawab hukum
dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus
berbenah dan memperluas sruktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang
efektif, hal tersebut perlu ditunjang oleh saran komunikasi yang dapat
menyatukan data kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber
informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu
perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memunkinkan komunikasi
dokter dan perawat terjadi secara efektif. Pendidikan perawat perlu terus
ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan professional dengan dokter melalui
pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengatahuan dan keterampilan dapat
dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal
melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai
pendekatan analisa, tren juga dapat di definisikan salah satu gambaran ataupun
informasi yang terjadi pada saat ini yang biasanya sedang popular di kalangan
masyarakat.
Issu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat
diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut
ekonomi, moneter, sosial, politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam,
hari kiamat, kematian, ataupun tentang krisis.
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan
perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
dunia sekitarnya. Sedangkan komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress,
mengatasi gangguan patologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang
lain.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah sakit berfungsi untuk
memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang dilakukan
dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit,
dan pemulihan kesehatan yang bermutu dan terjangkau dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar