Kamis, 31 Agustus 2017

asuham keperawatan pada pasien lupus

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA lupus
Description: image003

Disusun oleh :
                                 Nama: 1. Endah puji rahayu             6. Feri dwi santoso                    
                                             2. Endah sulistiyowati           7. Frengki andy S
                                             3. Evi trianingsih                   8. Garnisi widorini
                                             4. Fajar dedy F                          9. Siti nurkhayati       
                                             5. Feni indriani                           10. Siti ulfah hidayah                                                                                             
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN
STIKES AN-NUR PURWODADI
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan karunia serta rahmatnya kepada kita semua sehingga kita masih diberi kepercayaan untuk masih bisa meniti kehidupan yang sementara ini.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahlimpahkan kepada junjungan kita semua baginda nabi besar Muhammad Saw. Yang telah berjuang membawa puji Allah untuk menebarkan rahmatan lila’lamin. Amin...
Sehinga pada kesempatan kali ini kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUPUS” dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah SISTEM IMUNOLOGI & HEMATOLOGI.
Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini perkenankanlah kami untuk mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada
  1. Yth. Wahyu Riniasih ,S.Kep, Ns dan Christina N.W.,S.Kep.,Ns selaku dosen pembimbing.
  2. orang tua yang tak henti hentinya mendukung kami.
  3. rekan – rekan seperjuangan yang telah membantu kami.
            Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata senpurna. Karena itu sumbangan saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari semua pihak demi kemajuan makalah selanjutnya. penulis harapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca umumnya dan khususnya bagi kami sendiri.
Purwodadi, November 2011
                                                                                                            Penulis




DAFTAR ISI






















BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar belakang
Penyakit LUPUS adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker. Tidak sedikit pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit Lupus mencapai 5 juta orang, lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya.
Arti kata lupus sendiri dalam bahasa Latin berarti “anjing hutan”. Istilah ini mulai dikenal sekitar satu abad lalu. Awalnya, penderita penyakit ini dikira mempunyai kelainan kulit, berupa kemerahan di sekitar hidung dan pipi . Bercak-bercak merah di bagian wajah dan lengan, panas dan rasa lelah berkepanjangan , rambutnya rontok, persendian kerap bengkak dan timbul sariawan. Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat menyerang hampir seluruh organ yang ada di dalam tubuh.

B.     Rumusan masalah
Pada askep lupus ini membahas tentang definisi lupus, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, manifestasi klinis, perawatan bagi penderita lupus, pencegahan, evaluasi diagnostic edan askep penderita penyakit lupus.
C.     Tujuan penulisan
Tujuan penulis membuat makalah ini adalah supaya penulis dan pembaca lebih mengetahui dan memahami tentang definisi LUPUS pada tubuh manusia serta dapat menerapkan Ilmu Keperawatan untuk penanganan pasien yang menderita LUPUS.

D.     Metode penulisan
Adapun yang penulis gunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan sistem deskriftif yaitu dengan cara memberikan penjelasan terhadap masalah yang diangkat dan metode kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan semua data dan bahan yang penulis peroleh dengan membaca,memahami dan meringkas referensi.dan menggunakan metode pencarian dari internet.

E.      Sistematika
Adapun sistematika yang digunakan yaitu:
Bab I:
Pendahuluan yang terdiri dari : Latar Belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika.
Bab II:
Pembahasan yang terdiri dari:definisi, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, manifestasi klinis, perawatan bagi penderita lupus, pencegahan, evaluasi diagnostic.
 Bab III:
Asuhan keperawata yang terdiri dari: pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan implementasi, intervensi, dan evaluasi.













BAB II
PEMBAHASAN
A.     Definisi
Menurut Care for Lupus (Syamsi Dhuha), Lupus adalah sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai Lupus Erythematosus.
Dalam istilah sederhana, seseorang dapat dikatakan menderita penyakit Lupus Erythematosus saat tubuhnya menjadi alergi pada dirinya sendiri. Lupus adalah istilah dari bahasa Latin yang berarti Serigala.
Hal ini disebabkan penderita penyakit ini pada umumnya memiliki butterfly rash atau ruam merah berbentuk kupu-kupu di pipi yang serupa di pipi Serigala, tetapi berwarna putih.
Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan tubuh, penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus, tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease (penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan).
Menurut Dr. Rahmat Gunadi dari Fak. Kedokteran Unpad/RSHS menjelaskan, penyakit lupus adalah penyakit sistem imunitas di mana jaringan dalam tubuh dianggap benda asing. Reaksi sistem imunitas bisa mengenai berbagai sistem organ tubuh seperti jaringan kulit, otot, tulang, ginjal, sistem saraf, sistem kardiovaskuler, paru-paru, lapisan pada paru-paru, hati, sistem pencernaan, mata, otak, maupun pembuluh darah dan sel-sel darah.
secara umum Lupus adalah penyakit kronis yang merusak sistem kekebalan tubuh (imunitas) dan memengaruhi berbagai macam jaringan; kulit, persendian, jantung, darah, ginjal, dan otak.
Secara normal, sistem imunitas tubuh akan membentuk protein, dikenal sebagai antibodi, yang bertugas mematikan virus, bakteri, atau materi asing yang masuk ke dalam tubuh.
Pada penderita lupus, sistem imunitasnya tidak mampu membedakan antara substansi asing dan sel-sel dan jaringan tubuh. Antibodi yang dihasilkan justru melawan sel-sel yang seharusnya dibutuhkan oleh tubuh.
B.     Etiologi
Sehingga kini faktor yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranaan. Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan hormon wanita saat ini masih dalam kajian. Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap penyakit sistemik lupus erythematosus (SLE).
Banyak pengamatan mendukung hipotesis bahwa SLE merupakan penyakit dari pengaturan imun yang berubah, mungkin ditentukan secara genetic.
C.     Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit lupus yang dikenal yaitu:
1.      Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang menyerang kulit.
2.       Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus)
3.       Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu. Gejala-gejalanya biasanya setelah pemakaian obat dihentikan pengaruh kehamilan terhadap SLE. Eksaserbasi terjadi karena hormone estrogen meningkat selama kehamilan. Jika terjadi SLE, maka eksaserbasi meningkat 50-60%. Pada T.III eksaserbasi 50%, T.I & T.II eksaserbasi 15% postpartum 20%. Pengaruh SLE terhadap kehamilan prognosis berdasarkan remisi sebelum hamil, jika > 6 bulan eksaserbasi 25% dengan prognosis baik, jika < 6 bulan eksaserbasi 50% dengan prognosis buruk. Abortus meningkat 2-3kali, PE/E, kelahiran prematur, lupus neunatal.

D.     Tanda dan gejala awal lupus
1.      Rasa ngilu yang luar biasa di bagian persendian
2.      Penderita mengalami kelelahan yang ekstrim
3.      Muncul semacam bekas luka di sekujur tubuh
4.      Pipi dan hidung penderita tampak menyerupai kupu-kupu (butterfly effects)
5.      Mengalami anemia yang amat parah
6.      Saat bernapas, penderita mengalami tekanan yang berat
7.      Timbul permasalahan di sekitar hidung dan mulut
8.      Sensitif terhadap cahaya, sinar matahari maupun kilatan foto

E.      Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
F.      Manifestasi Klinis
1.      Sistem muskuloseletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.

2.      Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3.      Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4.       Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5.      Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6.      Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7.      Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

G.     Perawatan bagi penderita lupus :
Salah satu perawatan yang dilakukan untuk penderita lupus adalah pengobatan medis. Ada beberapa jenis obat yang bisa mengurangi gejala lupus, akan tetapi, penggunaannya akan menimbulkan efek samping. Gejala dan efek samping yang dialami oleh masing-masing pasien sangan variatif dan tak bisa diprediksi. Jadi dibutuhkan pendampingan oleh petugas kesehatan dalam kasus seperti ini.
Obat-obatannya antara lain:
1.    Steroid
2.    Immunosuppressant
3.    Antimalarial (Plaquenil/Hydroxychloroquine)
4.    Non-Steroidal anti-inflammatories
Ada sejumlah obat yang dapat menginduksi penyakit SLE pada orang orang yang peka, suatu sindrom yang menyerupai SLE. Sindrom ini memiliki hampir semua gejala SLE, termasuk uji ANA yang positif, tetapi jarang menyerupai ginjal dan SSP. Gejala-gejala SLE yang timbul akan menghilang dalam waktu beberapa minggu setelah obat yang menyebabkannya dihentikan. Hasil pemeriksaan ANA akan kembali menjadi negatif dalam waktu beberapa bulan kemudian. Hidralazin dan prokainamid adalah dua dari kelompok obat-obatan yang paling sering menimbulkan gangguan ini. Selain itu ada juga beberapa obat yang mampu menimbulkan ANA positif, misalnya penisilamin, isoniazid, klorpromazin, dan obat-obatan anti konvulsan seperti barbiturat, fenitoin, etosufsimid, medsuksimid, dan primidon. Beberapa obat dapat menyebabkan eksaserbasi SLE pada pasien yang sebelumnya berada dalam keadaan remisi. Kelompok ini mencakup sulfonamid, penisilin, kontraseptif oral.
H.     Pencegahan lupus
1.    Mengurangi kontak dengan sinar matahari
2.    Menerapkan hidup sehat dan menghindarkan diri dari stres
3.    Tidak merokok
4.    Berolahraga secara teratur
5.    Melakukan diet nutrisi
I.        Evaluasi diagnostic
Pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit ini bervariasi, diantaranya:
1.       Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
2.      Ruam kulit atau lesi yang khas.
3.      Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
4.      Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung
5.      Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein lebih dari 0,5 mg/hari atau lebih.
6.      Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah.
7.      Biopsi ginjal
8.      Pemeriksaan saraf.

J.       Penatalaksanaan medis
1.         Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum) (metilprednisolon 1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika membaik dilakukan tapering off
2.         AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
3.         Imunosupresan (azethiprine 2-3 mg/kg per oral)
4.         Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3 minggu.
Penanganan obstetric
1.      ANC (Pantau aktivitas janin dgn bag. IPD, kul-kel dan neuro; waspadai PJT & insufisiensi plasenta dengan pertambahan TFU, BB ibu, USG serial tiap 2 minggu; monitoring terhadap PE/superimposed; pemeriksaan laboratorium darah lengkap, urinalisis, aLA, ACA, Anti DNA antibody, Anti Ro SSA & Anti Ro SSB, fungsi ginjal & komplemen)
2.      Intrapartum (tergantung indikasi obstetric, untuk cegah eksaserbasi beri metilprednisolon IV sampai 48 jam pasca partus)
3.      Postpartum (Semua obat SLE melewati ASI, tingkat Keamanan pada ibu yang menyusui : kortikosteroid, anti malaria, aspirin, azatio, siklofosfamid).
Kontrasepsi,
untuk hormonal pilihan progresit IUD dapat meningkatkan infeksi, kontap jika cukup anak, jika ada kelainan ginjal berat jangan hamil, untuk hamil selanjutnya tunggu remisi paling sedikit 6 bulan.
Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplai makanan dan obat tradisional.
 Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.


















BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

A.     Pengkajian
                              1.            Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
                              2.            Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
                              3.            Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
                              4.            Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
                              5.            Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
                              6.            Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
                              7.            Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
                              8.            Sistem Renal
Edema dan hematuria.
                              9.            Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa I
Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
Intervensi:
·           Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.
R/: Menentukan garis dasar di mana perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.
·           Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, mis, membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.
R/: mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi.
·           Gunting kuku secara teratur.
R/: kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
·           Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif, mis, duoderm, sesuai petunjuk.
R/: dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.
Hasil yang diharapkan:
-         Mempertahankan integritas kulit.
-         Mengidentifikasi faktor risiko atau perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.





Diagnosa II :
Ketidakefektifan Pola Napas
Intervensi:
·        Auskultasi bunyi napas, tandai daerah paru yang mengalami penurunan atau kehilangan ventilasi, dan munculnya bunyi adventisius misalnya: mengi, ronki.
R/ Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau infeksi pernafasan. Contoh : pneumonia.
·        Tinggikan kepala tempat tidur, usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik napas sesuai kebutuhan.
R/ Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang di timbulkan karena atelektasis.
·        Hisap jalan napas sesuai kebutuhan.
R/ Membantu membersihkan jalan napas sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan mencegah komplikasi pernafasan.
·        Kaji perubahan tingkat kesadaran.
R/ Hipoksemia bisa terjadi akibat adanya perubahan tingkat kesadaran mulai dari ansietas dan kekacauan mental sampai kondisi tidak responsif.
Hasil yang diharapkan:
-      Mempertahankan pola pernafasan efektif.
-      Tidak mengalami sesak nafas/sianosis.

Diagnosa III
Gangguan aktivitas
Intervensi:
·        Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas normal, catat laporan kelelahan,keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
R/ Mempengaruhi pilahan intervensi atau bantuan.
·        Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
R/ Menunjukkan perubahan neurologi karena defesiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien atau risiko cedera.
·        Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
R/ Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut, dan peningkatan risiko cedera
·        Gunakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugas-tugas.
R/ Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.
        Hasil yang diharapkan:
-       Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas termasuk aktifitas sehari-hari.
-       Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya : nadi, pernafasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal pasien.

            Diagnosa IV
            Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
            Intervensi :
·        Kaji kemampuan untuk mengunyah merasakan, dan menelan.
R/ Lesi mulut, tenggorokan, dan esofagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
·        Timbang berat badan sesuai kebutuhan.
R/ Indikator kebutuhan nutrisi atau pemasukan yang adekuat.
·        Berikan perawatan mulut terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alkohol.
R/ Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual atau muntah, lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis. Mulut yang bersih akan meningkatkan nafsu makan.
Hasil yang diharapkan:
-         Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang di inginkan.
-         Mendemonstrasikan keseimbangan netrogen positif, bebas dari tanda-tanda mal nutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energi.

EVALUASI
Diagnosa
Evaluasi
1
S : Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-merah lagi
O : kerusakan integritas kulit pada pasien berkurang,tanda-tanda angioderma,pruritus dan urtikaria sudah mulai berkurang,kulit pasien tidak terdapat kemerahan.
A: tujuan tercapai sebagian
P: pertahankan kondisi pasien.
2
S : pasien mengeluh tidak sesak lagi
O : pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak terdapat tanda-tanda sianosis,pasien tidak mengalami gangguan pola nafas,pasien tidak tampak menggunakan alat bantu pernapasan.
A : tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien

3
S : Pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktifitas sendiri.
O : Pasien sudah mampu menjaga keseimbangan tubuh.
A: tujuan tercapai sebagian
P: pertahankan kondisi pasien
4
S : pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan mencret lagi
O: intake & output pasien seimbang,TTV dalam batas normal(TD : 120/80-140/90,Suhu aksila: 36,5 oC -37,5 oC,Frekuensi pernapasan : 16-24 x / menit,Nadi: 60-100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda sianosis,turgor kulit kembali normal.
A : tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien



























BAB IV
PENUTUP
2.         Kesimpulan
Lupus adalah penyakit kronis yang merusak sistem kekebalan tubuh (imunitas) dan memengaruhi berbagai macam jaringan; kulit, persendian, jantung, darah, ginjal, dan otak.
Secara normal, sistem imunitas tubuh akan membentuk protein, dikenal sebagai antibodi, yang bertugas mematikan virus, bakteri, atau materi asing yang masuk ke dalam tubuh.
Pada penderita lupus, sistem imunitasnya tidak mampu membedakan antara substansi asing dan sel-sel dan jaringan tubuh. Antibodi yang dihasilkan justru melawan sel-sel yang seharusnya dibutuhkan oleh tubuh. Untuk menguji apakah seseorang menderita lupus, maka dilakukan sebuah pengujian dengan menggunakan tes darah bernama Anti Nuclear Antibody (ANA). Tes ini akan mengidentifikasi autoantibodi (antibodi perusak) yang memakan sel-sel berguna di dalam tubuh. Hasil positip tes ini belum bisa dikatakan seseorang menderita lupus. Dibutuhkan data-data lain seperti gejala-gejala, catatan fisik pasien, dan tes lengkap laboratorium hingga dipastikan si pasien apakah menderita lupus.
3.         Saran
Makalah ini masih belum cukup sempurna dan masih ada banyak kesalahan sehingga kami mohon kritik dan saran yang membangun guna untuk menyempurnakan makalah kami yang selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
http://www.supari.com
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta :EGC.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar