ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
lupus

Disusun oleh :
Nama: 1. Endah puji rahayu 6. Feri dwi santoso
2.
Endah sulistiyowati 7. Frengki
andy S
3.
Evi trianingsih 8.
Garnisi widorini
4.
Fajar dedy F 9. Siti nurkhayati
5.
Feni indriani 10. Siti ulfah hidayah
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN
STIKES
AN-NUR PURWODADI
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt yang telah
memberikan karunia serta rahmatnya kepada kita semua sehingga kita masih diberi
kepercayaan untuk masih bisa meniti kehidupan yang sementara ini.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahlimpahkan
kepada junjungan kita semua baginda nabi besar Muhammad Saw. Yang telah
berjuang membawa puji Allah untuk menebarkan rahmatan lila’lamin. Amin...
Sehinga pada kesempatan kali ini kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ”ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUPUS” dalam
rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah SISTEM IMUNOLOGI & HEMATOLOGI.
Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini perkenankanlah kami untuk mengucapkan
rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada
- Yth. Wahyu Riniasih ,S.Kep, Ns dan Christina
N.W.,S.Kep.,Ns selaku dosen pembimbing.
- orang tua yang
tak henti hentinya mendukung kami.
- rekan – rekan
seperjuangan yang telah membantu kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata senpurna. Karena itu sumbangan saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan dari semua pihak demi kemajuan makalah
selanjutnya. penulis harapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca umumnya dan khususnya bagi kami sendiri.
Purwodadi, November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Penyakit
LUPUS adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker. Tidak sedikit
pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang
penyakit Lupus mencapai 5 juta orang, lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi
setiap tahunnya.
Arti
kata lupus sendiri dalam bahasa Latin berarti “anjing hutan”. Istilah ini mulai
dikenal sekitar satu abad lalu. Awalnya, penderita penyakit ini dikira
mempunyai kelainan kulit, berupa kemerahan di sekitar hidung dan pipi .
Bercak-bercak merah di bagian wajah dan lengan, panas dan rasa lelah
berkepanjangan , rambutnya rontok, persendian kerap bengkak dan timbul
sariawan. Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat menyerang
hampir seluruh organ yang ada di dalam tubuh.
B.
Rumusan masalah
Pada askep lupus ini
membahas tentang definisi lupus, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala,
patofisiologi, manifestasi klinis, perawatan bagi penderita lupus, pencegahan,
evaluasi diagnostic edan askep penderita penyakit lupus.
C.
Tujuan penulisan
Tujuan penulis membuat makalah ini adalah supaya penulis
dan pembaca lebih mengetahui
dan memahami tentang definisi LUPUS pada tubuh manusia serta dapat menerapkan Ilmu
Keperawatan untuk penanganan pasien yang menderita LUPUS.
D.
Metode penulisan
Adapun
yang penulis gunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan sistem
deskriftif yaitu dengan cara memberikan penjelasan terhadap masalah yang
diangkat dan metode kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan semua data dan bahan
yang penulis peroleh dengan membaca,memahami dan meringkas referensi.dan
menggunakan metode pencarian dari internet.
E.
Sistematika
Adapun
sistematika yang digunakan yaitu:
Bab
I:
Pendahuluan
yang terdiri dari : Latar Belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan, sistematika.
Bab
II:
Pembahasan
yang terdiri dari:definisi, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala,
patofisiologi, manifestasi klinis, perawatan bagi penderita lupus, pencegahan,
evaluasi diagnostic.
Bab III:
Asuhan
keperawata yang terdiri dari: pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan
implementasi, intervensi, dan evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Menurut
Care for Lupus (Syamsi
Dhuha), Lupus adalah sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai
Lupus Erythematosus.
Dalam istilah sederhana, seseorang dapat dikatakan
menderita penyakit Lupus Erythematosus saat
tubuhnya menjadi alergi
pada dirinya sendiri. Lupus
adalah istilah dari bahasa Latin yang berarti Serigala.
Hal ini disebabkan penderita penyakit ini pada umumnya
memiliki butterfly rash atau ruam merah berbentuk kupu-kupu di pipi yang serupa
di pipi Serigala, tetapi berwarna putih.
Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu
ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia.
Dalam ilmu imunologi atau kekebalan tubuh, penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus, tubuh
menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat
terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan
jaringan tubuh sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease
(penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan).
Menurut
Dr. Rahmat Gunadi dari Fak. Kedokteran Unpad/RSHS menjelaskan, penyakit lupus
adalah penyakit sistem imunitas di mana jaringan dalam tubuh dianggap benda
asing. Reaksi sistem imunitas bisa mengenai berbagai sistem organ tubuh seperti
jaringan kulit, otot, tulang, ginjal, sistem saraf, sistem kardiovaskuler, paru-paru,
lapisan pada paru-paru, hati, sistem pencernaan, mata, otak, maupun pembuluh
darah dan sel-sel darah.
secara
umum Lupus adalah penyakit kronis yang merusak sistem kekebalan
tubuh (imunitas) dan memengaruhi berbagai macam jaringan; kulit, persendian, jantung,
darah, ginjal, dan otak.
Secara
normal, sistem imunitas tubuh akan membentuk protein, dikenal sebagai antibodi,
yang bertugas mematikan virus, bakteri, atau materi asing yang masuk ke dalam
tubuh.
Pada
penderita lupus, sistem imunitasnya tidak mampu membedakan antara substansi
asing dan sel-sel dan jaringan tubuh. Antibodi yang dihasilkan justru melawan
sel-sel yang seharusnya dibutuhkan oleh tubuh.
B. Etiologi
Sehingga
kini faktor yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak
normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran
ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranaan. Penyakit Sistemik
Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini
menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar,
walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan
hormon wanita saat ini masih dalam kajian. Penyakit Sistemik Lupus
Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau bagaimanapun,
mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap
penyakit sistemik lupus erythematosus (SLE).
Banyak
pengamatan mendukung hipotesis bahwa SLE merupakan penyakit dari pengaturan
imun yang berubah, mungkin ditentukan secara genetic.
C. Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit lupus yang dikenal yaitu:
Ada 3 jenis penyakit lupus yang dikenal yaitu:
1.
Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai
Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang menyerang kulit.
2.
Systemics
Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti
kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf.
Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus)
3.
Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul
setelah penggunaan obat tertentu. Gejala-gejalanya biasanya setelah pemakaian
obat dihentikan pengaruh kehamilan terhadap SLE. Eksaserbasi terjadi karena
hormone estrogen meningkat selama kehamilan. Jika terjadi SLE, maka eksaserbasi
meningkat 50-60%. Pada T.III eksaserbasi 50%, T.I & T.II eksaserbasi 15%
postpartum 20%. Pengaruh SLE terhadap kehamilan prognosis berdasarkan remisi
sebelum hamil, jika > 6 bulan eksaserbasi 25% dengan prognosis baik, jika
< 6 bulan eksaserbasi 50% dengan prognosis buruk. Abortus meningkat 2-3kali,
PE/E, kelahiran prematur, lupus neunatal.
D.
Tanda dan gejala awal lupus
1.
Rasa ngilu yang luar biasa di bagian
persendian
2.
Penderita mengalami kelelahan yang
ekstrim
3.
Muncul semacam bekas luka di sekujur
tubuh
4.
Pipi dan hidung penderita tampak
menyerupai kupu-kupu (butterfly effects)
5.
Mengalami anemia yang amat parah
6.
Saat bernapas, penderita mengalami
tekanan yang berat
7.
Timbul permasalahan di sekitar hidung
dan mulut
8.
Sensitif terhadap cahaya, sinar matahari
maupun kilatan foto
E.
Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi
akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun
yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara
faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang
biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka
bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti
kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau
obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi
autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal
sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali.
F. Manifestasi Klinis
1. Sistem muskuloseletal
Artralgia, artritis (sinovitis),
pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada
pagi hari.
2. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri
atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus
oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan
manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole
terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari
kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral
tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya
terkena.
7. Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf
pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering
terjadi depresi dan psikosis.
G. Perawatan bagi penderita
lupus :
Salah satu perawatan yang
dilakukan untuk penderita lupus adalah pengobatan medis. Ada beberapa jenis
obat yang bisa mengurangi gejala lupus,
akan tetapi, penggunaannya akan menimbulkan efek samping. Gejala dan efek
samping yang dialami oleh masing-masing pasien sangan variatif dan tak bisa
diprediksi. Jadi dibutuhkan pendampingan oleh petugas kesehatan dalam kasus
seperti ini.
Obat-obatannya antara lain:
1.
Steroid
2.
Immunosuppressant
3.
Antimalarial (Plaquenil/Hydroxychloroquine)
4.
Non-Steroidal anti-inflammatories
Ada sejumlah obat yang dapat menginduksi penyakit SLE
pada orang orang yang peka, suatu sindrom yang menyerupai SLE. Sindrom ini
memiliki hampir semua gejala SLE, termasuk uji ANA yang positif, tetapi jarang
menyerupai ginjal dan SSP. Gejala-gejala SLE yang timbul akan menghilang dalam
waktu beberapa minggu setelah obat yang menyebabkannya dihentikan. Hasil
pemeriksaan ANA akan kembali menjadi negatif dalam waktu beberapa bulan
kemudian. Hidralazin dan prokainamid adalah dua dari kelompok obat-obatan yang
paling sering menimbulkan gangguan ini. Selain itu ada juga beberapa obat yang
mampu menimbulkan ANA positif, misalnya penisilamin, isoniazid, klorpromazin,
dan obat-obatan anti konvulsan seperti barbiturat, fenitoin, etosufsimid,
medsuksimid, dan primidon. Beberapa obat dapat menyebabkan eksaserbasi SLE pada
pasien yang sebelumnya berada dalam keadaan remisi. Kelompok ini mencakup
sulfonamid, penisilin, kontraseptif oral.
H. Pencegahan
lupus
1.
Mengurangi kontak dengan sinar matahari
2.
Menerapkan hidup sehat dan menghindarkan
diri dari stres
3.
Tidak merokok
4.
Berolahraga secara teratur
5.
Melakukan diet nutrisi
I.
Evaluasi diagnostic
Pemeriksaan
untuk menentukan adanya penyakit ini bervariasi, diantaranya:
1.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan
darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada hampir
semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada
penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan
juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi
dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita
lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen
(protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi
lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya
penyakit.
2.
Ruam kulit atau lesi yang khas.
3.
Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau
perikarditis
4.
Pemeriksaan dada dengan bantuan
stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung
5.
Analisa air kemih menunjukkan adanya
darah atau protein lebih dari 0,5 mg/hari atau lebih.
6.
Hitung jenis darah menunjukkan adanya
penurunan beberapa jenis sel darah.
7.
Biopsi ginjal
8.
Pemeriksaan saraf.
J. Penatalaksanaan medis
1.
Kortikosteroid
(prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum) (metilprednisolon 1000 mg/24jam
dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika membaik dilakukan tapering off
2.
AINS
(Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
3.
Imunosupresan
(azethiprine 2-3 mg/kg per oral)
4.
Siklofospamid,
diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m luas permukaan tubuh,
bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3 minggu.
Penanganan obstetric
1. ANC (Pantau aktivitas janin dgn
bag. IPD, kul-kel dan neuro; waspadai PJT & insufisiensi plasenta dengan
pertambahan TFU, BB ibu, USG serial tiap 2 minggu; monitoring terhadap
PE/superimposed; pemeriksaan laboratorium darah lengkap, urinalisis, aLA, ACA,
Anti DNA antibody, Anti Ro SSA & Anti Ro SSB, fungsi ginjal &
komplemen)
2. Intrapartum (tergantung indikasi
obstetric, untuk cegah eksaserbasi beri metilprednisolon IV sampai 48 jam pasca
partus)
3. Postpartum (Semua obat SLE
melewati ASI, tingkat Keamanan pada ibu yang menyusui : kortikosteroid, anti
malaria, aspirin, azatio, siklofosfamid).
Kontrasepsi,
untuk hormonal pilihan progresit IUD dapat meningkatkan infeksi, kontap jika cukup anak, jika ada kelainan ginjal berat jangan hamil, untuk hamil selanjutnya tunggu remisi paling sedikit 6 bulan.
Kontrasepsi,
untuk hormonal pilihan progresit IUD dapat meningkatkan infeksi, kontap jika cukup anak, jika ada kelainan ginjal berat jangan hamil, untuk hamil selanjutnya tunggu remisi paling sedikit 6 bulan.
Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplai makanan dan obat tradisional.
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplai makanan dan obat tradisional.
Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
BAB IV
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Anamnesis
riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah,
nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya
hidup serta citra diri pasien.
2.
Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3.
Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
4.
Sistem
Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
5.
Sistem
integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6.
Sistem
pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
Pleuritis atau efusi pleura.
7.
Sistem
vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8.
Sistem
Renal
Edema dan hematuria.
Edema dan hematuria.
9.
Sistem
saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa I
Diagnosa I
Resti
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
Intervensi:
Intervensi:
·
Kaji
kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi
dan amati perubahan.
R/: Menentukan garis dasar di mana perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.
R/: Menentukan garis dasar di mana perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.
·
Pertahankan/instruksikan
dalam hygiene kulit, mis, membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati
dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.
R/: mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi.
R/: mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi.
·
Gunting
kuku secara teratur.
R/: kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
R/: kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
·
Tutupi
luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif,
mis, duoderm, sesuai petunjuk.
R/: dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.
R/: dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.
Hasil
yang diharapkan:
-
Mempertahankan
integritas kulit.
-
Mengidentifikasi
faktor risiko atau perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.
Diagnosa II :
Ketidakefektifan Pola Napas
Intervensi:
·
Auskultasi
bunyi napas, tandai daerah paru yang mengalami penurunan atau kehilangan
ventilasi, dan munculnya bunyi adventisius misalnya: mengi, ronki.
R/
Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau infeksi pernafasan. Contoh :
pneumonia.
·
Tinggikan
kepala tempat tidur, usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik napas
sesuai kebutuhan.
R/
Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau
infeksi yang di timbulkan karena atelektasis.
·
Hisap
jalan napas sesuai kebutuhan.
R/
Membantu membersihkan jalan napas sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran
gas dan mencegah komplikasi pernafasan.
·
Kaji
perubahan tingkat kesadaran.
R/
Hipoksemia bisa terjadi akibat adanya perubahan tingkat kesadaran mulai dari
ansietas dan kekacauan mental sampai kondisi tidak responsif.
Hasil yang diharapkan:
-
Mempertahankan
pola pernafasan efektif.
-
Tidak
mengalami sesak nafas/sianosis.
Diagnosa III
Gangguan aktivitas
Intervensi:
·
Kaji
kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas normal, catat laporan
kelelahan,keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
R/
Mempengaruhi pilahan intervensi atau bantuan.
·
Kaji
kehilangan atau gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
R/
Menunjukkan perubahan neurologi karena defesiensi vitamin B12 mempengaruhi
keamanan pasien atau risiko cedera.
·
Ubah
posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
R/
Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut,
dan peningkatan risiko cedera
·
Gunakan
teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan
tugas-tugas.
R/
Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan
mencegah kelemahan.
Hasil
yang diharapkan:
-
Melaporkan
peningkatan toleransi aktifitas termasuk aktifitas sehari-hari.
-
Menunjukkan
penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya : nadi, pernafasan, dan
tekanan darah masih dalam rentang normal pasien.
Diagnosa
IV
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan
Intervensi
:
·
Kaji
kemampuan untuk mengunyah merasakan, dan menelan.
R/ Lesi mulut, tenggorokan, dan esofagus dapat
menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan
mengurangi keinginan untuk makan.
·
Timbang
berat badan sesuai kebutuhan.
R/ Indikator kebutuhan nutrisi atau pemasukan yang
adekuat.
·
Berikan
perawatan mulut terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat
kumur yang mengandung alkohol.
R/ Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan
dengan mual atau muntah, lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis. Mulut
yang bersih akan meningkatkan nafsu makan.
Hasil yang diharapkan:
-
Mempertahankan
berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan
yang di inginkan.
-
Mendemonstrasikan
keseimbangan netrogen positif, bebas dari tanda-tanda mal nutrisi dan
menunjukkan perbaikan tingkat energi.
EVALUASI
Diagnosa
|
Evaluasi
|
|
1
|
S : Pasien mengatakan
kulitnya sudah tidak merah-merah lagi
O : kerusakan
integritas kulit pada pasien berkurang,tanda-tanda angioderma,pruritus dan
urtikaria sudah mulai berkurang,kulit pasien tidak terdapat kemerahan.
A: tujuan tercapai
sebagian
P: pertahankan
kondisi pasien.
|
|
2
|
S
: pasien mengeluh tidak sesak lagi
O
: pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak terdapat tanda-tanda
sianosis,pasien tidak mengalami gangguan pola nafas,pasien tidak tampak
menggunakan alat bantu pernapasan.
A
: tujuan tercapai
P
: Pertahankan kondisi pasien
|
|
3
|
S : Pasien mengatakan
sudah bisa melakukan aktifitas sendiri.
O : Pasien sudah
mampu menjaga keseimbangan tubuh.
A: tujuan tercapai
sebagian
P: pertahankan
kondisi pasien
|
|
4
|
S : pasien mengatakan
tidak merasa mual,muntah dan mencret lagi
O: intake &
output pasien seimbang,TTV dalam batas normal(TD : 120/80-140/90,Suhu aksila:
36,5 oC -37,5 oC,Frekuensi pernapasan :
16-24 x / menit,Nadi: 60-100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda
sianosis,turgor kulit kembali normal.
A : tujuan tercapai
P : Pertahankan
kondisi pasien
|
BAB IV
PENUTUP
2.
Kesimpulan
Lupus adalah penyakit kronis yang
merusak sistem kekebalan tubuh (imunitas) dan memengaruhi berbagai macam
jaringan; kulit, persendian, jantung, darah, ginjal, dan otak.
Secara normal, sistem imunitas
tubuh akan membentuk protein, dikenal sebagai antibodi, yang bertugas mematikan
virus, bakteri, atau materi asing yang masuk ke dalam tubuh.
Pada penderita lupus, sistem
imunitasnya tidak mampu membedakan antara substansi asing dan sel-sel dan
jaringan tubuh. Antibodi yang dihasilkan justru melawan sel-sel yang seharusnya
dibutuhkan oleh tubuh. Untuk menguji apakah seseorang menderita lupus, maka
dilakukan sebuah pengujian dengan menggunakan tes darah bernama Anti
Nuclear Antibody (ANA). Tes ini akan mengidentifikasi autoantibodi
(antibodi perusak) yang memakan sel-sel berguna di dalam tubuh. Hasil positip
tes ini belum bisa dikatakan seseorang menderita lupus. Dibutuhkan data-data
lain seperti gejala-gejala, catatan fisik pasien, dan tes lengkap laboratorium
hingga dipastikan si pasien apakah menderita lupus.
3.
Saran
Makalah ini masih belum cukup sempurna dan masih ada banyak kesalahan
sehingga kami mohon kritik dan saran yang membangun guna untuk menyempurnakan
makalah kami yang selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: EGC.
http://www.supari.com
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A. 2005.
Patofisiologi Edisi 6. Jakarta :EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar