Selasa, 29 Agustus 2017

makalah infeksi


A.  Definisi Infeksi
Infeksi adalah kolonisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang, dan bersifat paling membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi disebut peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan viroid.

B.  Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi Nosokomial (Nosocomial Infections) adalah infeksi yang didapat penderita ketika penderita itu dirawat disarana pelayanan kesehatan, baik itu puskesmas, klinik, maupun rumah sakit. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi  kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru dapat disebut infeksi nosokomial.
”Health-care Associated Infections (HAIs)” merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired Infections” merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Dengan demikian akan menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas, peningkatan lama hari rawat dan peningkatan biaya rumah sakit.
Infeksi nosokomial bersumber pada peralatan kedokteran, makanan minuman, udara, debu, air limbah, bahan-bahan desinfektan, dokter, perawat, bidan, laboran, staff, pengunjung, penderita yang dirawat, hewan yang berada di lingkungan sarana pelayanan kesehatan, misalnya nyamuk lalat dan masih banyak lagi yang berada di lingkungan sarana pelayanan kesehatan.
Dalam kasus ini, jenis yang paling sering adalah infeksi luka bedah, infeksi saluran kemih, dan saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia). Tingkat paling tinggi terjadi di unit perawatan khusus, ruang rawat bedah dan ortopedi serta pelayanan obstetri (seksio sesarea). Tingkat paling tinggi dialami oleh pasien usia lanjut, mereka yang mengalami penurunan kekebalan tubuh (HIV/AIDS, pengguna produk tembakau, penggunaan kortikosteroid kronis), TB yang resisten terhadap berbagai obat dan mereka yang menderita penyakit bawaan yang parah.

C.  Epidemologi
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.
Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3 dekade terakhir dan sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif masih menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya.
Selain itu, jika kita bandingkan kuman yang ada di masyarakat, mikroorganisme yang berada di rumah sakit lebih berbahaya dan lebih resisten terhadap obat. Oleh karena itu, diperlukan antibiotik yang lebih poten atau suatu kombinasi antibiotik. Semua kondisi ini dapat meningkatkan resiko infeksi kepada pasien.
D.    Rantai Penularan Infeksi
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah :
Agen infeksi  (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.  Pada manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load).
Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umumadalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan vagina.
Port of exit (Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
4.      Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi  dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :
§  Kontak (contact transmission) :
ü Direct/Langsung:   kontak badan ke badan


 transfer kuman penyebab secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasien.
ü Indirect/Tidak langsung (paling sering) : kontak melalui objek (benda/alat) perantara : melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci.

§  Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tidak bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib),  Virus Influenza, mumps, rubella
§  Airborne : partikel kecil ukuran <  5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur
§  Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan
§  Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat menularkan kuman penyebab  cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat
5.        Port of entry (Pintu masuk) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui :  saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6.        Pejamu rentan (suseptibel) adalah  orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan  imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.

E.     Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial
1.    Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada :
§  karakteristik mikroorganisme
§  resistensi terhadap zat-zat antibiotika
§  tingkat virulensi, dan   
§  banyaknya materi infeksius
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.
2.    Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah :
§  Usia
§  Status imunitas penderita
§  Penyakit yang diderita
§  Obesitas dan malnutrisi
§  Orang yang menggunakan obat-obatan
§  Imunosupresan dan steroid
§  Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
3.    Infeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung
Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya infeksi silang.
4.      Resistensi antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri ditransmisikan antar pasien dan faktor resistensinya dipindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multiplikasi dan penyebaran strain yang resisten. Penyebab utamanya karena :
§  Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
§  Dosis antibiotika yang tidak optimal
§  Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat
§  Kesalahan diagnosa
Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten terhadap antibiotika mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strain dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotika, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia.
Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, serta menjadi sangat penting karena meningkatnya jumlah penderita yang dirawat, seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur, mikororganisme yang baru (mutasi), dan Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika.
5.    Faktor alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial terutama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Di ruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa :
§  Ekstravasasi infiltrat : cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula
§  Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan lain
§  Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena
§  Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infus
§  Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah
§  Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul
§  Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul
Beberapa faktor di bawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan prinsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.

F.   Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat penting untuk melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas, juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
Peningkatan daya tahan penjamu, dapat berupa pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan  metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan. Berkaitan  pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.
G.    Kewaspadaan Isolasi
Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan  dengan benar dapat menurunkan risiko transmisi dari pasien infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba infeksius diantara  petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi sesuai gejala klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar.
Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :
·       Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit pelayanan kesehatan. Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi :
Kebersihan tangan/Hand hygiene
Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face shield (pelindungwajah), dan gaun
Peralatan perawatan pasien
Pengendalian lingkungan
Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
Penempatan pasien
Hygiene respirasi/Etika batuk
Praktek menyuntik yang aman
Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi
1.    Pentingnya Hand Hygiene/Kebersihan Tangan
ü Hal utama dalam PPI
ü Pilar PPI
ü Komponen sentral dari Patient Safety
ü Sederhana dan efektif mencegah HAIs
ü Menciptakan lingkungan yang aman
ü Pelayanan kesehatan aman
Bagaimana cara mencuci tangan yang baik?
**) Penggunaan sarung tangan tidak dapat menggantikan peran mencuci tangan.
**) Tidak dapat di aplikasikan bila tangan terkontaminasi kotoran kasat mata seperti cairan darah.
Kapan waktunya mencuci tangan?

·      Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada pasien  gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular yang dapat ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak  kulit atau permukaan terkontaminasi.

Tiga jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :
§  Kewaspadaan transmisi kontak
§  Kewaspadaan transmisi droplet
§  Kewaspadaan transmisi airborne
Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi karena suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
§  Kewaspadaan Transmisi Kontak
Penempatan pasien :
ü  Kamar tersendiri atau kohorting ( Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah HAIs)
ü  Kohorting ( management MDRo )
APD petugas :
ü  Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak  bahan infeksius, lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik
ü  Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan
Transport pasien :
ü  Batasi kontak saat transportasi pasien
§  Kewaspadaan Transmisi Droplet
Penempatan pasien :
ü  Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m
ü  Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh terbuka
APD petugas :
ü  Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien
Transport pasien :
ü  Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi
ü  Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

§  Kewaspadaan Transmisi Udara/Airborne
Penempatan pasien :
ü  Di ruangan  tekanan negatif
ü  Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol
ü  Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA
ü  Pintu harus selalu tertutup rapat.
ü  kohorting
ü  Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting  jarak >1 m
ü  Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif mencegah penyebaran
ü  Ventilasi  airlock à ventilated anteroom terutama pada varicella (lebih mahal)
ü  Terpisah  jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang
APD petugas :
ü  Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur
ü  Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien,
ü  Gaun
ü  Goggle
ü  Sarung tangan
(bila melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan aerosol)
Transport pasien :
ü  Batasi transportasi pasien, pasien harus pakai masker saat keluar ruangan
ü  Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk
Catatan :
Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi  patogen yang sama di ruang yang sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.
Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi
Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap, sehingga perlu diterapkan hal-hal berikut :
Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien
Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu  lainnya
Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius
Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak  darah dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien
Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container pasien lainnya
Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan didisinfeksi  benar

Jadi, upaya pencegahan infeksi nosokomial oleh tenaga kesehatan termasuk bidan diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk :
§  Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
§  Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
§  Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
§  Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
§  Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit, dan mengontrol penyebarannya.
Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi nosokomial. Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu meminimalkan resiko terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh lain dari pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya. Menurut Zarkasih, pencegahan infeksi didasarkan pada asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh mempunyai potensi menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya. Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu:
Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan merupakan metode yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial, efektif mengurangi perpindahan mikroorganisme karena bersentuhan
Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan lain-lain.
Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah pasien. Terakit dengan hal ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam harus disediakan agar tidak menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun pasien.
Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi resiko tranmisi infeksi dari instrumen dan alat lain pada klien dan tenaga kesehatan.


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita ketika penderita itu dirawat disarana pelayanan kesehatan, baik itu puskesmas, klinik, maupun rumah sakit, biasanya gejala timbul 72  jam pasca penderita dirawat di pelayanan kesehatan tersebut.
Infeksi nosokomial dapat bersumber pada peralatan kedokteran, makanan minuman, udara, debu, air limbah, bahan-bahan desinfektan, dokter, perawat, bidan, laboran, staff, pengunjung, penderita yang dirawat, hewan yang berada di lingkungan sarana pelayanan kesehatan, misalnya nyamuk lalat dan masih banyak lagi yang berada di lingkungan sarana pelayanan kesehatan
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan terjadinya infeksi nosokomial. Yang perlu menjadi fokus perhatian dalam upaya ini adalah rantai penularan infeksi. Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.

Penelaahan tentang rantai penularan infeksi melahirkan suatu upaya pencegahan berupa kewaspadaan isolasi, yang meliputi kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi.

1 komentar:

  1. Herpes adalah penyakit serius dan berulang yang tidak dapat disembuhkan melalui obat-obatan atau suntikan oleh dokter Amerika tetapi cara terbaik untuk menangani Herpes adalah dengan meminum obat herbal alami untuk itu, saya telah membaca tentang DR JAMES, dokter ahli herbal yang menyembuhkan saya dari herpes dengan obat herbal yang kuat. Saya menghubungi dia untuk mengetahui bagaimana dia dapat membantu saya dan dia mengatakan kepada saya untuk tidak pernah khawatir
    bahwa dia akan membantu saya dengan ramuan alami dari Tuhan!
    Setelah 2 hari menghubunginya, dia memberi tahu saya bahwa obatnya sudah siap dan
    dia mengirimkannya kepada saya melalui UPS SPEED POST dan itu sampai kepada saya setelah 3 hari!
    Saya menggunakan obat itu seperti yang dia perintahkan kepada saya (PAGI dan MALAM) dan ternyata saya
    sembuh!
    ini benar-benar seperti mimpi tetapi saya sangat senang! untuk orang yang menderita penyakit berikut: Penyakit Alzheimer, Penyakit Bechet, Penyakit Crohn, Penyakit Parkinson, Skizofrenia, Kanker Paru, Kanker Payudara, Kanker Colo-Rectal, Kanker Darah, Kanker Prostat, siva. Penyakit Dupuytren, Tumor bulat-sel kecil Desmoplastik Diabetes, penyakit Celiac, Penyakit Creutzfeldt-Jakob, Angiopati Amiloid Serebral, Ataksia, Artritis, Amyotrophic Lateral Sclerosis, Fibromyalgia, Fluoroquinolone Toksisitas
    Syndrome Fibrodysplasia Ossificans ProgresS sclerosis, Kejang, penyakit Alzheimer, Adrenocortical carcinoma. Asma, penyakit alergi. AIDS, Herpe, Copd, Glaucoma., Katarak, degenerasi makula, penyakit kardiovaskular, penyakit paru-paru, kanker prostat, osteoporosis, kanker prostat
    Dementia.Lupus.
    , Penyakit Cushing, Gagal Jantung, Multiple Sclerosis, Hipertensi, Kanker Colo_Rectal, Penyakit Lyme, Kanker Darah, Kanker Otak, Kanker Payudara, Kanker Paru-Paru, Kanker Ginjal, HIV, Herpes, Hepatitis B, Radang Hati, Diabetes, Fibroid,
    harus menghubungi dia untuk obat herbal karena saya adalah kesaksian hidup dan saya sembuh dari herpes dan obatnya sah. Saya mengiriminya apa yang dia minta dan dia mengirimi saya obatnya yang saya minum selama 2 minggu yang baik dan hari ini saya di sini dengan hasil negatif. Ketika saya pergi untuk tes saya sangat senang setelah minum obat herbal, saya memberi penghormatan kepada negaranya untuk merayakan bersamanya di festival Afrika-nya yang dia katakan biasanya terjadi setiap tahun. Anda dapat menghubunginya melalui VIA E-mail drjamesherbalmix@gmail.com atau nomor whatsapp: +2348152855846

    BalasHapus