Menurut WHO
(1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik
secara\fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan (WHO, 1947).Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik
berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle.
1994) :
Memperhatikan
individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
Memandang
sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
Penghargaan
terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
SEHAT
MENURUT DEPKES RI
UU
No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :
Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus
dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur –unsur fisik, mental
dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan
Dalam
pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana
individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal
(psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam
mempertahankan kesehatannya.
. Definisi
sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun
(kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya
terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin,
pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia
di anggap tidak sakit(2).
Pengertian
sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan
sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang
disebabkan oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia
CIRI-CIRI
SEHAT
\ Kesehatan fisik terwujud
apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan
memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal
atau tidak mengalami gangguan.
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen,
yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
1. Pikiran sehat tercermin dari cara
berpikir atau jalan pikiran.
2. Emosional sehat tercermin dari kemampuan
seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir,
sedih dan sebagainya.
3. Spiritual sehat tercermin dari cara
seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya
terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam
agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan
seseorang.
4. Kesehatan sosial terwujud apabila
seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik,
tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi,
politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
\
5. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat
bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau
keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau
mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak
berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif
secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka
nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial,
keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.
Paradigma
sehat
paradigma
sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat
holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai
masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral,
dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan per -
lindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan
penduduk yang sakit.
Pada intinya
paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat
pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya
untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun teta p mengupayakan yang sakit
segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat
untuk mengutamakan kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit. Telah
dikembangkan pengertian tentang penyakit yang mempunyai konotasi biomedik dan
sosio kultural.
Aspek-aspek
pendukung kesehatan
Banyak orang berpikir bahwa sehat
adalah tidak sakit, maksudnya apabila tidak ada gejala penyakit yg terasa
berarti tubuh kita sehat. Padahal pendapat itu kurang tepat. Ada kalanya
penyakit baru terasa setelah cukup parah, seperti kanker yg baru diketahui
setelah stadium 4. Apakah berarti sebelumnya penyakit kanker itu tidak ada?
Tentu saja ada, tetapi tidak terasa. Berarti tidak adanya gejala penyakit bukan
berarti sehat.
Sesungguhnya sehat adalah suatu
kondisi keseimbangan, di mana seluruh sistem organ di tubuh kita bekerja dengan
selaras. Faktor-faktor yg mempengaruhi keselarasan tersebut berlangsung
seterusnya adalah:
1. Nutrisi yang lengkap dan seimbang
2. Istirahat yang cukup
3. Olah Raga yang teratur
4. Kondisi mental, sosial dan rohani yang
seimbang
5. Lingkungan yang bersih
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KEYAKINAN DAN TINDAKAN KESEHATAN
1. Faktor
Internal
a. Tahap Perkembangan
Artinya
status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia)
memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
Untuk itulah
seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan
dan perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan. Contohnya:
secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan penyakit
sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau mengembangkan
perilaku pencegahan penyakit..
b. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan
seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri
dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang
pendidikan, dan pengalaman masa lalu.
Kemampuan
kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk
memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan
pengetahuan tentang kesehatan untuk
menjaga kesehatan sendirinya.
c. Persepsi tentang fungsi
Cara
seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap
kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung
yang kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang
tidak pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan
terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang
cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari
penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap
kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.
Untuk itulah
perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yiatu tentang
cara klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak napas, atau
nyeri), juga data objektif yang aktual
(seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan bunyi paru). Informasi ini memungkinkan
perawat merencanakan dan mengimplementasikan perawatan klien secara lebih
berhasil.
d. Faktor Emosi
Faktor
emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melaksanakannya.
Seseorang
yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung
berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara
mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.
Seseorang
yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional
yang kecil selama ia sakit.
Seorang
individu yang tidak mampu melakukan koping secara emosional terhadap ancaman
penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak
mau menjalani pengobatan. Contoh: seseorang dengan napas yang terengah-engah
dan sering batuk mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika ia secara
emosional tidak dapat menerima kemungkinan menderita penyakit saluran
pernapasan. Banyak orang yang memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang
berlawanan dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang
risiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk
mencari pengobatan. Ada beberapa penyakit lain yang dapat lebih diterima secara
emosional, sehingga mereka akan mengakui gejala penyakit yang dialaminya dan
mau mencari pengobatan yang tepat.
e. Spiritual
Aspek
spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,
mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau
teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
Spiritual
bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang.
Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan
dilihat dari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan
dengan keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan
seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh
beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh.
Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara
spiritual.
Ada beberapa
agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu, sehingga
perawat hams memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan
secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
2. Faktor
Eksternal
a. Praktik di Keluarga
Cara
bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi cara
klien dalam melaksanakan kesehatannya.
Misalnya:
o Jika
seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi mejadi
penyakit berat dan mereka segera mencari
pengobatan, maka bisasnya anak tersebut akan malakukan hal yang sama ketika
mereka dewasa.
o Klien juga kemungkinan besar akan melakukan
tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama. Misal: anak yang
selalu diajak orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya anak dia akan
melakukan hal yang sama.
b. Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial
dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi
cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel
psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja.
Sesorang
biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini
akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
c. Latar Belakang Budaya
Latar
belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk
sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
Untuk
perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa
yang digunakan.
Rentang
sehat –sakit
ü Suatu skala ukur secara relative dalam
mengukur keadaan sehat/kesehatan seseorang.
ü Kedudukannya pada tingkat skala ukur :
dinamis dan bersifat individual.
ü Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara
optimal pada satu titik dan kematian pada titik
yang lain.
L,
tahapan
sakit menurut Suchman
1. terbagi menjadi 5 tahap yaitu Tahap
mengalami gejala
ü Tahap transisi : individu percaya bahwa ada
kelainan dalam tubuhnya ; merasa dirinya tidak sehat/merasa timbulnya berbagai
gejala/merasa ada bahaya.
ü Mempunyai 3 aspek :
Ø Secara fisik : nyeri, panas tinggi
Ø Kognitif : interprestasi terhadap gejala
Ø Respon emosi terhadap ketakutan/kecemasan
ü Konsultasin dengan orang terdekat : gejala +
perasaan, kadang-kadangh mencoba pengobatan di rumah.
2. tahap asumsi terhadap peran
sakit (sick Role)
ü Penerimaan terhadap sakit
ü Individu mencari kepastian sakitnya keluarga
atau teman : menghasilkan peran sakit.
ü Mencari pertolongan dari profesi kesehatan,
yang lain mengobati sendiri, mengikuti nasehat teman/keluarga.
ü Akhir dari tahap ini dapat ditemukan bahwa
gejala telah berubah dan merasa lebih baik. Invidu masih mencari penegasan dari
keluarga tentang sakitnya. Rencana pengobatan dipenuhi/dipengaruhi oleh
pengetahuan dan pengalaman selanjutnya.
3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan.
ü Individu yang sakit : meminta nasehat dari
profesi kesehatan atas inisiatif sendiri.
ü 3 tipe informasi
Ø validasi keadaan sakit
Ø Penjelasan tentang gejala yang tidak
dimengerti
Ø Keyakinan bahwa mereka akan baik
ü Jika tidak ada gejala : individu
mempersepsikan dirinya sembuh jika ada gejala kembali pada profesi kesehatan.
Tahap
ketergantungan
Jika profesi
kesehatan memvalidasi (memantapkan) bahwa seseorang sakuit : menjadi pasien
yang tergantung untuk memperoleh bantuan.
Setiap orang
mempunyai tingkat ketergantungan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.
4. Tahap penyembuhan
ü Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit
dan kembali pada peran sakit dan fungi sebelum sakit.
ü Kesiapan untuk fungsi social.
Perawat –
Membantu pasien untuk berfungsi dengan meningkatkan kemandirian
- Memberi harapan dan support.
D. SAKIT DAN
PERILAKU SAKIT
Sakit adalah
keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau
seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses
penyakit.
Oleh karena
itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan Leukemia yang
sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya,
sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri
untuk menjalanaio operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain,
selain dimensi fisik.
Perilaku
sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau
tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan
upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Seorang
individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai
mekanisme koping.
Bauman
(1965)
Seseorang
menggunakan tiga criteria untuk menentukan apakah mereka sakit :
1. Adanya gejala : naiknya
temperature, nyeri
2.Persepsi
tentang bagaimana mereka merasakan : baik, buruk, sakit
3.Kemampuan
untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari : bekerja, sekolah.
CIRI-CIRI
SAKIT
1. Individu percaya bahwa ada kelainan
dalam tubuh ; merasa dirinya tidak sehat / merasa timbulnya berbagai gejala
merasa adanya bahaya.
Mempunyai 3
aspek :
- secara
fisik : nyeri, panas tinggi.
- Kognitif :
interprestasi terhadap gejala.
- Respons
emosi terhadap ketakutan / kecamasan.
2. Asumsi terhadap peran sakit (sick
Rok).Penerimaan terhadap sakit.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
Faktor
Internal
Persepsi
individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
Klien akan
segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas
kegiatan sehari-hari.
Misal:
Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa
membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi
persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja
orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara
menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
Asal atau
Jenis penyakit
Pada
penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu
fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari
pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan
pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas
dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu
tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian
gejala yang ada, maka klien mungkin
tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ada.
Faktor
Eksternal
a. Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala yang
terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya:
orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat
mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin
komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.
b. Kelompok Sosial
Kelompok
sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru meyangkal
potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya:
Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal
dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada
Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya dengan
temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari
pengobatan untuk menentukan apakah perlu
dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah
benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
c. Latar Belakang Budaya
Latar
belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal
penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.
d. Ekonomi
Semakin
tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap
gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan
ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
e. Kemudahan Akses Terhadap Sistem
Pelayanan
Dekatnya
jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering
mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian
pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk mengunjungi
Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
f. Dukungan Sosial
Dukungan
sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat
peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan,
seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan
(aerobik, senam POCO-POCO dll).
Juga
menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket,
Lapangan Sepak Bola, dll.
Tahap-tahap
Perilaku Sakit
Tahap I
(Mengalami Gejala)
o Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada
sesuatu yang salah ”
o Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan
fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.
o Persepsi individu terhadap suatu gejala
meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll); (b)
evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut
merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon emosional.
o Jika gejala itu dianggap merupakan suatu
gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari
pertolongan.
Tahap II
(Asumsi Tentang Peran Sakit)
o Terjadi jika gejala menetap atau semakin
berat
o Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi
kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar
sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan
terhadap perannya.
o Menimbulkan perubahan emosional spt :
menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang
terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung
beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.
o Seseorang awalnya menyangkal pentingnya
intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem
pelayanan kesehatan à akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat
maka ia akan segera melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan
berubah menjadi seorang klien.
Tahap III
(Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)
o Pada tahap ini klien mencari kepastian
penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari penjelasan mengenai gejala
yang dirasakan, penyebab penyakit, dan
implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang
o Profesi kesehatan mungkin akan menentukan
bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka
menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. à klien bisa menerima atau
menyangkal diagnosa tersebut.
o Bila klien menerima diagnosa mereka akan
mematuhi rencan pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal
mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi
dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang
yang membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima
diagnosa awal yang telah ditetapkan.
o Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan
sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan
lain sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan
o Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit
tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi
kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa
kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa
mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang
sebenarnya.
Tahap IV
(Peran Klien Dependen)
o Pada tahap ini klien menerima keadaan
sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada pemberi pelayanan kesehatan untuk
menghilangkan gejala yang ada.
o Klien menerima perawatan, simpati, atau
perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya.
o Secara sosial klien diperbolehkan untuk
bebas dari kewajiban dan tugas normalnya à semakin parah sakitnya, semakin
bebas.
o Pada tahap ini klien juga harus
menyesuaikanny dengan perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan
mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat.
Tahap V
(Pemulihan dan Rehabilitasi)
o Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit,
dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya penurunan demam.
o Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan
seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal,
misalnya pada penyakit kronis.
Tidak semua
klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan
kecepatan atau dengan sikap yang sama.
Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat dalam mengidentifikasi perubahan-perubahan
perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana perawatan yang
efektif
E. DAMPAK
SAKIT
Terhadap
Perilaku dan Emosi Klien
Setiap orang
memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi orang
lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.
Penyakit
dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan
menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga.
Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin akan mengalami penurunan
tenaga atau kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan
mungkin akan menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan
penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan
emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah,
dan menarikd diri.
Perawat
berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena
stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.
Terhadap
Peran Keluarga
Setiap orang
memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil keputusan,
seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit,
peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan.
Perubahan
tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara
drastis dan berlangsung lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaftasi
dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.
Perubahan
jangka pendek à klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan.
Akan tetapi pada perubahan jangka penjang à klien memerlukan proses penyesuaian
yang sama dengan ’Tahap Berduka’.
Peran
perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana keperawatan.
Terhadap
Citra Tubuh
Citra tubuh
merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa
penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan
klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan
tersebut.
Reaksi
klien/keluarga etrhadap perubahan gambaran tubuh itu tergantung pada:
Jenis
Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)
Kapasitas
adaptasi
Kecepatan
perubahan
Dukungan
yang tersedia.
Terhadap Konsep
Diri
Konsep Diri
adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana
mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
Konsep diri
tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi
juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.
Perubahan
konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi
dibandingkan perubahan peran.
Konsep diri
berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain.
Klien yang mengalami perubahan konsep diri
karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan
ketegangan dan konflik. Akibatnya anggiota keluarga akan merubah interaksi
mereka dengan klien.
Misal: Klien
tidak lagi terlibat dalam proses
pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan
emosi pada anggota keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya à klien
akan merasa kehilangan fungsi sosialnya.
Perawat
seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan
mengembangkan rencana perawatan yann membantu mereka menyesuaikan diri dengan
akibat dan kondisi yang dialami klien.
Terhadap
Dinamika Keluarga
Dinamika
Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil
keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping
terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.
Misal: jika
salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan keputusan akan tertunda
sampai mereka sembuh.
Jika
penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang
baru sehingga bisa menimbulkan stress emosional.
Misal: anak
kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu orang tuanya
tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika
anaknya sudah dewasa maka seringkali ia harus menggantikan peran mereka sebagai
mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar