A. Definisi Aborsi
Gugur kandungan atau aborsi (abortus) adalah berhentinya
kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin.
Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu,
maka istilahnya adalah kelahiran prematur. Menggugurkan kandungan atau dalam
dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus” adalah pengakhiran kehamilan
sebelum usia 20 minggu kehamilan atau berat bayi kurang dari 500 g(ketika janin
belum dapat hidup di luar kandungan). Angka kejadian aborsi meningkat
denganbertambahnya usia dan terdapatnya riwayat aborsi sebelumnya.
Proses abortus dapat berlangsung secara :
Spontan / alamiah (terjadi secara alami, tanpa tindakan
apapun)
Buatan / sengaja (aborsi yang dilakukan secara sengaja),
Terapeutik / medis (aborsi yang dilakukan atas indikasi
medik karena terdapatnya suatupermasalahan atau komplikasi).
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk
membedakan aborsi:
Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh
trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.
Induced abortion atau procured abortion: pengguguran
kandungan yang disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena
kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu,
kadang-kadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin
yang cacat.
Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk
alasan-alasan lain.
Dalam bahasa sehari-hari, istilah “keguguran” biasanya
digunakan untuk spontaneous abortion, sementara “aborsi” digunakan untuk
induced abortion.
A. Penyebab Aborsi
Penyebab abortus spontan bervariasi meliputi infeksi, faktor
hormonal, kelainan bentuk rahim,faktor imunologi (kekebalan tubuh), dan
penyakit dari ibu. Penyebab abortus pada umumnya terbagi atas faktor janin dan
faktor ibu :
a. Faktor Janin
Pada umumnya abortus spontan yang terjadi karena faktor
janin disebabkan karena terdapatnyakelainan pada perkembangan janin [seperti
kelainan kromosom (genetik)], gangguan pada ari-ari maupun kecelakaan pada
janin. Frekuensi terjadinya kelainan kromosom (genetik) pada triwulanpertama
berkisar sebesar 60%.
b. Faktor Ibu
Beberapa hal yang berkaitan dengan faktor ibu yang dapat
menyebabkan abortus spontan adalahfaktor genetik orangtua yang berperan sebagai
carrier (pembawa) di dalam kelainan genetik;infeksi pada kehamilan seperti
herpes simpleks virus, cytomegalovirus, sifilis, gonorrhea;kelainan hormonal
seperti hipertiroid, kencing manis yang tidak terkontrol; kelainan
jantung;kelainan bawaan dari rahim, seperti rahimbikornu(rahim yang bertanduk),
rahim yang bersepta(memiliki selaput pembatas di dalamnya) maupun parut rahim
akibat riwayat kuret atau operasirahim sebelumnya.Miomapada rahim juga berkaitan
dengan angka kejadian aborsi spontan. Selain itu, ada beberapa diantara orang
tua yang tidak menginginkan kehadiran janin tersebut dengan alasan yang
bervariasi.
B. Faktor Risiko Aborsi
Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya abortus
adalah :
Usia ibu yang lanjut
Riwayat kehamilan sebelumnya yang kurang baik
Riwayat infertilitas (tidak memiliki anak)
Adanya kelainan atau penyakit yang menyertai kehamilan
Infeksi (cacar,
toxoplasma, dll)
Paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok, obat-obatab,
alkohol, radiasi)
Trauma pada perut atau panggul pada 3 bulan pertama
kehamilan8. Kelainan kromosom(genetik)
Pergaulan seks bebas
C. Tanda dan Gejala Aborsi secara Alamiah
Nyeri perut bagian bawah
Keram pada rahim
Nyeri pada punggung
Perdarahan dari kemaluan
Pembukaan leher rahim
Pengeluaran janin dari dalam rahim
E. Metode-metode malakukan Aborsi
1. Urea
Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang
biasa dipakai adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan
biasanya harus dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar
dapat mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering
terjadi dalam menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan janin
dilakukan. Seperti teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering
ditemui adalah pusing-pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada
trimester kedua adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil
hingga perobekan rahim. Antara 1-2% dari pasien pengguna metode ini terkena
endometriosis/peradangan dinding rahim.
2. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami
oleh tubuh dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini
ke dalam air ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin
keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama
sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke
cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati,
karena tak jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini
dan keluar dalam keadaan hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan
ini adalah bagian dari ari-ari yang tertinggal karena tidak luruh dengan
sempurna, trauma rahim karena dipaksa melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal
pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim.
3. Partial Birth
Abortion
Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena
janin dikeluarkan lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan
usia kehamilan 20-32 minggu, mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan
alat USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin
ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir
(kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu,
gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk menusuk kepala bayi itu agar
terjadi lubang yang cukup besar. Setelah itu, kateter penyedot dimasukkan untuk
menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari dalam rahim
bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar.
4. Histerotomy
Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan
jika cairan kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan.
Sayatan dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban
dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang membuat satu
pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode
ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan
terjadi perobekan rahim.
5. Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi
dilakukan dengan metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan
untuk kehamilan usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam
dimasukkan ke dalam rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan
ini mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari
dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian
plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat
penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat
perlu dijaga guna menghindari robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat
mengakibatkan pendarahan hebat yang terkadang berakhir pada operasi
pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada
sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal
inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi.
6. Metode D&C – Dilatasi dan Kerokan
Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan
paksa untuk memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong
berkeping-keping dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim.
Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan
dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan perobekan rahim dan radang paling
sering terjadi. Metode ini tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada
wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak
terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain
robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.
7. Pil RU 486
Masyarakat menamakannya “Pil Aborsi Perancis”. Teknik ini
menggunakan 2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara
kimiawi menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini
dijalani dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan kunjungan
sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita hamil
tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi
(seperti perokok berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah
dapat mengakibatkan kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU
486.
Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang
berfungsi vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena
pemblokiran ini, maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi
kelaparan. Pada kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama,
wanita hamil ini diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol,
yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari
rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat
menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di
tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang
perlu menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2
minggu setelah pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah
berlangsung. Jika belum, maka operasi perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh
kasus). Ada beberapa kasus serius dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang
tidak terjadi hingga 44 hari kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing,
muntah-muntah, rasa sakit hingga kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis
meninggal sedangkan beberapa lainnya mengalami serangan jantung.
8. Suntikan Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini
disuntikkan ke dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan
pertumbuhan pesat sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam
folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan
pesat trophoblastoid – selaput yang menyelubungi embrio yang juga merupakan
cikal bakal plasenta.
Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai ’sistim
penyanggah hidup’ untuk janin yang sedang berkembang, mengambil oksigen dan
nutrisi dari darah calon ibu serta membuang karbondioksida dan produk-produk
buangan lainnya, tetapi juga memproduksi hormon hCG (human chorionic
gonadotropin), yang memberikan tanda pada corpus luteum untuk terus memproduksi
hormon progesteron yang berguna untuk mencegah gagal rahim dan keguguran.
MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang,
melindungi dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi,
maka janin menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke
dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim.
Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tetapi
sering juga terjadi perlunya penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara
aborsi dengan menggunakan suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Si
wanita hamil itu akan mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari
dalam sebuah studi kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin
dapat gugur kapan saja – di rumah, di dalam bis umum, di tempat kerja, di
supermarket, dsb.
Wanita yang kedapatan masih mengandung pada kunjungan ke
klinik aborsi selanjutnya, mau tak mau harus menjalani operasi untuk
mengeluarkan janin itu. Bahkan dokter-dokter yang bekerja di klinik aborsi
seringkali enggan untuk memberikan suntikan MTX karena MTX sebenarnya adalah
racun dan efek samping yang terjadi terkadang tak dapat diprediksi. Efek
samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit, diare,
penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum
tulang belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-paru.
Dalam bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan
keras bahwa MTX memang berguna untuk pengobatan kanker, beberapa kasus artritis
dan psoriasis, “kematian pernah dilaporkan pada orang yang menggunakan MTX”,
dan pabrik itu menyarankan agar hanya para dokter yang berpengalaman dan
memiliki pengetahuan tentang terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan
MTX. Meski para dokter aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek samping
MTX dan mengatakan MTX dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi,
dokter-dokter aborsi lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi yang
digunakan untuk aborsi juga tertera peringatan bahaya racun walau MTX digunakan
dalam dosis rendah
F. Penanganan Klien Aborsi
Baik klien yang mengalami aborsi alami maupun aborsi yang
spontan, kita sebagai perawat dapat menanganinya sebagai berikut:
1. Bila ada tanda-tanda syok karena perdarahan, segera
berikan cairan infusfisioloqik NaCl atau cairan Ringer Laktat, kemudian disusuL
denqan transfusi darah
2. Pengeluaran sisa hasil konsepsi dilakukan dengan
kuretase.
3. Pasca tindakan diberikan suntikan ergometrin 0,2 mg
secara intra muscular.
4. Apabila pasien dalam keadaan anemia dapat diberikan obat
hematinik, misalnyasulfas ferosus dan vitamin C.
5. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya infeksi dapat
diberikan antibiotik.(Rustam.M, 2002)
G. Sudut Pandang Tentang Aborsi
Aborsi menurut hukum
di Indonesia
Tindakan aborsi menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Pasal-pasal KUHP
yang mengatur hal ini adalah pasal 299, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349.
Menurut KUHP, aborsi merupakan:
Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium
perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu).
Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu).Dari segi
medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai
arti yang sama dan menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang
cukup.
Aborsi menurut agama
Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah Undang-Undang
paling utama bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: “Kami menurunkan Al-Quran
kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa
ayat-ayat yang terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum
yang mengendalikan perbuatan manusia.
Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan
bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali
ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak
ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama
manusia adalah sangat mengerikan. Pada intinya hukum menurut agama islam aborsi
itu tidak boleh dilakukan dan merupakan perbuatan dosa.
Menurut norma masyarakat
Istilah aborsi di masyarakat mempunyai arti “negative
meaning”. Yang mana, menurut kaum masyarakat yang namanya aborsi adalah
pengguguran kandungan yang disengaja dalam upaya orang tua janin untuk menutupi
aibnya. Hal ini merupakan suatu hal yang tabu bagi masyarakat. Berbeda jika
judulnya diganti dengan keguguran, masyarakat menganggap hal ini merupakan
suatu musibah bagi orang tuanya karena telah kehilangan calon bayinya.
Aborsi menurut medis
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh
akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di
luar kandungan. Abortus dibagi menjadi dua, yaitu abortus spontan dan abortus
buatan. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa adanya
upaya-upaya dari luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut.
Dalam beberapa kepustakaan, terminologi yang paling sering
digunakan untuk hal ini adalah keguguran (miscarriage). Sedangkan abortus
buatan adalah abortus yang terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu untuk
mengakhiri proses kehamilan. Istilah yang sering digunakan untuk peristiwa ini
adalah aborsi, pengguguran, atau abortus provokatus.
Menurut ilmu kesehatan aborsi ini merupakan suatu hal yang
membuat dilema bagi para tenaga medis untuk melakukannya. Karena, baik secara
agama maupun secara hukum nasional dan norma masyarakat aborsi ini tidak boleh
dilakukan karena hal ini sama saja dengan pembunuhan. Namun, disisi lain medis
juga perlu melakukan tindakan ini dengan alasan kuat yakni untuk menyelamatkan
jiwa sang ibu. Maka dari itu, jika tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan
jiwa ibu, aborsi pun merupakan suatu kewajiban untuk dilakukan.
Dalam praktiknya, tenaga medis pun khususnya perawat tetap
harus memperhatikan kode etik dalam menjalakan suatu tindakan yang
dilakukannya. Dan harus tetap menjaga prinsip prinsip legal dan etis pada
pengambilan keputusan dalam konteks keperawatan. Kode etis keperawatan yang
dimaksud yaitu:
1. Accountability
Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap
segala tindakan yangdilakukan.
Pada kasus semua kasus, perawat bertanggung jawab atas mulai
dari prosespengkajian, membuat diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan
hingga segala informasi mengenai asuhan
keperawatan yang di lakukan, baik sebelum, saatdan
pascaintervensi yaitu evaluasi.
Tanggung jawab mengacu pada pelaksanaan tugas yang dikaitkan
dengan peran tertentu perawat. sebagai contoh, ketika memberikan
medikasi,perawat bertanggung jawab dalam mengkaji kebutuhan klien terhadap
obat-obatan,memberikannya dengan benar dan dalam dosis yang aman serta
mengevaluasi responnya.seseorang perawat yang bertindak secara bertanggung
jawab akan meningkatkan rasapercaya klien.
Seorang perawat yang bertanggung jawab akan tetap kompeten
dalampengetahuan dan kemampuan, serta menunjukkan keinginan untuk bertindak
menurutpanduan etik profesi.
Tanggung gugat artinya dapat memberikan alasan atas
tindakannya.seorang perawatbertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien,
profesi, atasan, dan masyarakat.jika dosismedikasi salah di berikan, perawat
bertanggung gugat pada klien yang menerima medikasi tersebut.
Untuk melakukan tanggung gugat, perawat harus bertindak
menurutkode etik professional. Jika suatu kesalahan terjadi, perawat
melaporkannya dan memulaiperawatan untuk mencegah trauma lebih lanjut. Tanggung
jawab memicu evaluasiefektivitas perawat dalam praktik.
Tanggung gugat professional memiliki tujuan sebagai berikut:
• Untuk mengevaluasi praktisi professional baru dan mengkaji
ulang yang telah ada
• Untuk mempertahankan standar perawatan kesehatan
• Untuk memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis, dan
pertumbuhan pribadi pada pihak professional perawatan kesehatan
•Untuk memberikan dasar pengambilan keputusan etis
2. Confidentiality
Prinsip etika dasar yang menjamin kemandirian klien.
Perawat menghindari pembicaraan mengenai kondisi klien
dengan siapapun yang tidak secara langsung terlibat dalam perawatan klien.
Perawat selelu menjaga kerahasiaan info yang berkaitan
dengankesehatan pasien termasuk info yang tertulis, verbal dsb.
Jika anggota keluarganyamenanggung perawatan klien perawat
mungkin merasa bahwa mereka memiliki hak untuk di beri tau.
3. Respect for autonomi( penentuan pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien
untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti
perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik
Setiap individu harus memiliki kebebasan untuk memilih
rencana mereka sendiri. Sebagai contoh, perawat memberikan inform consen
tentang asuhan yang akan diberikan, tujuan , manfaat dan prosedur tindakan.
Sehingga, perawat semestinya tidak marah saat keluarga menanyakan status
kesehatan klien, karena itu merupakan kebebasan keluarga untuk mengetahui semua
tindakan yang akan dilakukan.
Inform consent dilakukan saat pengkajian, sebelum
pengobatan, saat akan di obati dansetelah pengobatan.Penting bagi perawat juga
untuk memberikan health education dalam mendukung prosespenyembuhan klien.
4. Beneficience( do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik.
Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik,
yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.
Meningkatkan kesejahteraan klien dengan cara melindungi
hk-hak klien.
Dalam kasus, perawat dapat berkolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya untuk menentukan terapi farmakologik, nutrisi yang diberikan
baik sebelum pengobatanmaupun setelah pengobatan.
5. Non-malefisience( do no harm/tidak membahayakan klien)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak
menyebabkan bahaya bagi kliennya.
Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik
keperawatan.
Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan,
resikomembahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
Kewajiban bagi perawat untuk tidak menimbulkan injury pada
klien. Dalam kasus, perawat perlu melakukan pengkajian fisik,terapi
farmakologik yang benar, nutrisi dan segala tindakan selama proses pengobatan
hingga setelah pengobatan
6. Justice ( perlakuan adil)
Prinsip keadilan menuntut perlakuan terhadap orang lain yang
adil dan memberikan apa yang menjadi kebutuhanan mereka.
Ketika ada sumber untuk di berikan dalam perawatan, perawat
dapat mengalokasikan dalam cara pembagian yang adil umtuk setiap penerima atau
bagaimana supaya kebutuhan paling besar dari apa yang merekabutuhkan untuk
bertahan hidup.
Perawat sering mengambil keputusan denganmenggunakan rasa
keadilan. Pada kasus, perawat tidak boleh membeda-bedakanpengobatan antara
klien yang satu dengan yang lain, namun disesuaikan dengan kondisiklien saat
ini.
7. Loyalitas (Setia)
Prinsip kesetiaan menyatakan bahwa perawat harus memegang
janji yang dibuatnya kepada klien.
Jadi, ketika seseorang jujur dan memegang janji yang di
buatnya,rasa percaya yang sangat penting dalam hubungan perawat-klien akan
terbentuk.
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung
jawab yang dimikili oleh seseorangperawat. Pada kasus , perawat harus memegang
janji yang telah di bicarakan sebelumnyakepada klien.
8. Veracity (Kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran.
Prinsip mengatakan yang sebenarnya mengarahkan praktisi untuk
menghindari melakukan
kebohongan pada klien atau menipu mereka.
Pada kasus, perawat harus berkata jujur.
2.2 EUTANASIA
A. Definisi Eutanasia
Eutanasia (Bahasa Yunani: ευθανασία -ευ, eu yang artinya
“baik”, dan θάνατος, thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan
kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa
sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara
memberikan suntikan yang mematikan.
Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya
Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu eutanasia agresif, eutanasia non agresif,
dan eutanasia pasif.
• Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah
suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan
lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia
agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik
secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan
tersebut adalah tablet sianida.
• Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia
otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi
dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima
perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau
mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat
sebuah “codicil” (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada
dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang
bersangkutan.
• Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan
eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif
untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan
memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien
secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan
oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan
antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang
seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat
penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan
kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh
kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga
medis maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya
akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung beban biaya
pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin membayar
biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat
“pernyataan pulang paksa”. Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan
meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.
Eutanasia ditinjau dari sudut pemberian izin
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu :
• Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan
eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup.
Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
• Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini
adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu
tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang
tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya
statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri
Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali
mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
• Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si
pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial.
Eutanasia ditinjau dari sudut tujuan
Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara
lain yaitu :
• Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
• Eutanasia hewan
• Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk
lain daripada eutanasia agresif secara sukarela
B. Sudut Pandang Tentang Eutanasia
1. Berdasarkan sudut pandang hukum
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu
perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana yang menyatakan bahwa “Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan
sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Juga demikian halnya
nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat
dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan
demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak
mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo
Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau “pembunuhan tanpa
penderitaan” hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang
berkembang dalam masyarakat Indonesia. “Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai
dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih
berlaku yakni KUHP.
2. Berdasarkan sudut pandang agama
Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan
Kristen), Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut
merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan
kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu,
bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks dalam Al Quran
maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada
sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, “Dan belanjakanlah (hartamu) di
jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.” (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, “Janganlah engkau
membunuh dirimu sendiri,” (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah “Janganlah
kamu saling berbunuhan.” Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh
seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau
taisir al-maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang
dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan
meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait
tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan
dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy
killing) dalam alasan apapun juga
2.3 TRANSPLANTASI ORGAN
A. Definisi
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan
tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ
tubuh yang berat.
Jenis-Jenis Transplantasi :
Kini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan,
baik berupa cel, jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:
Transplantasi Autologus
Yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh
itu sendiri,yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi.
Transplantasi Alogenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama
spesiesnya,baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
Transplantasi Singenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang
identik,misalnya pada gambar identik.
Transplantasi Xenograft
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak
sama spesiesnya.
B. Sudut Pandang Terhadap Transplantasi
1. Hukum transplantasi organ
Aspek hukum transplantasi
Dari segi hukum ,transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh
dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan
mensejahterakan manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum
pdana yaitu tindak pidana penganiayaan.tetapi mendapat pengecualian
hukuman,maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan.
Aspek Etik Transplantasi
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong
seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik
kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi,berlandaskan dalam
KODEKI,yaitu : Pasal 2. Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya
menurut ukuran tertinggi. Pasal 10. Setiap dokter harus senantiasa mengingat
dan kewajibannya melindungi hidup insani.
2. Berdasarkan Sudut Pandang Agama
Islam memerintahkan agar setiap penyakit diobati. Membiarkan
penyakit bersarang dalam tubuh dapat berakibat fatal, yaitu kematian.
Membiarkan diri terjerumus pada kematian adalah perbuatan terlarang.Namun dalam
masalah ini,masih belum ada kesepakatan tentang boleh tidaknya transplantasi organ
manusia.
3. Berdasarkan Sudut Pandangan Medis
Dalam dunia medis, transplantasi organ merupakan terapi yang
bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan organ baik dengan proses pencakokan
atau melalui proses operasi.
Transplantasi organ ini diperbolehkan jika adanya
persetujuan dari berbagai pihak seperti, pendonor dan keluarga pendonor.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Aborsi (abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Aborsi terbagi menjadi
dua yakni aborsi alamiah (terjadi secara alami) dan aborsi buatan (terjadi
karena disengaja).
Menurut undang undang yang berlaku di Indonesia aborsi yang
dilakukan secara sengaja dengan faktor lain-lain merupakan suatu tindakan
kriminal karena sama saja membunuh seorang mahluk hidup, seperti yang
dijelaskan menurut sisi agama islam yangtidak memperbolehkan terjadinya aborsi.
Namun, setelah perkembengan zaman terdengar kabar bahwa
ulama telah mengeluarkan fatwa boleh melakukan aborsi terkait pada keselamatan
ibu dan alasan yang memberatkan lainnya. Sehingga medis pun kini tak cemas lagi
untuk mengambil tindakan tersebut jika memang keadaannya darurat.
Eutanasia (Bahasa Yunani: ευθανασία -ευ, eu yang artinya
“baik”, dan θάνατος, thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan
kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa
sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara
memberikan suntikan yang mematikan.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan
tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ
tubuh yang berat.
3.2 Saran
Sebagai perawat, kita sudah selayaknya bertindak sesuai
dengan prinsip-prinsip legal dan etis keperawatan untuk menciptakan keamanan
serta terwujudnya pelayanan kesehatan yang baik dan benar. Dan juga harus
sesuai dengan hukum dan norma yang berlaku di masyarakat.
\.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar