Selasa, 05 September 2017

makalah varises

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Varises merupakan vena yang melebar dan berkelak-kelok yang terjadi ditempat darah berkumpul, biasanya di tungkai. Karena aliran darah vena didorong oleh kontraksi otot rangka disekitarnya yang memeras darah untuk kembali ke jantung, posisi berdiri yang lama tanpa kontraksi otot dapat menyebabkan penimbunan darah di tungkai. Vena varikosa juga dapat terjadi jika katup yang secara normal mencegah arus balik darah menjadi terlalu lemah sehingga darah lebih banyak yang kembali. Apabila katup tersebut lemah, darah akan tetap mengisi penuh vena-vena di bawahnya.
Inkompetensi atau kelemahan katup dapat merupakan predisposisi herediter, atau terjadi akibat trauma pada katup. Obesitas dapat menjadi resiko pembentukan vena varikosa karena berkaitan dengan gaya hidup yang tidak bergerak (sedentari) dan peningkatan volume darah yang menekan katup. Demikian juga dengan wanita hamil yang beresiko lebih besar mengalami vena varikosa karena peningkatan volume darah dan berat badan (Corwin  2009)

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud varises vena?
2.      Apa saja klasifikasi varises vena?
3.      Apa penyebab varises vena?
4.      Bagaimana patofisiologi varises vena?
5.      Apa saja tanda dan gejala varises vena?
6.      Apa saja komplikasi varises vena?
7.      Bagaimana pemeriksaan penunjangnya?
8.      Bagaimana penatalaksanaanya?
9.      Bagaimana asuhan keperawatan dari varises vena?
C.       Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian varises vena
2.      Untuk mengetahui klasifikasi varises vena
3.      Untuk mengetahui penyebab varises vena
4.      Untuk mengetahui patofisiologi dari varises vena
5.      Untuk mengetahui tand adan gejala dari varises vena
6.      Untuk mengetahui komplikasi varises vena
7.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari varises vena
8.      Untuk mengetahui penatalaksanaan varises vena
9.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari varises vena
BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Varises
Varises merupakan vena yang melebar dan berkelak-kelok yang terjadi ditempat darah berkumpul, biasanya di tungkai. Karena aliran darah vena didorong oleh kontraksi otot rangka disekitarnya yang memeras darah untuk kembali ke jantung, posisi berdiri yang lama tanpa kontraksi otot dapat menyebabkan penimbunan darah di tungkai. Vena varikosa juga dapat terjadi jika katup yang secara normal mencegah arus balik darah menjadi terlalu lemah sehingga darah lebih banyak yang kembali. Apabila katup tersebut lemah, darah akan tetap mengisi penuh vena-vena di bawahnya.
Inkompetensi atau kelemahan katup dapat merupakan predisposisi herediter, atau terjadi akibat trauma pada katup. Obesitas dapat menjadi resiko pembentukan vena varikosa karena berkaitan dengan gaya hidup yang tidak bergerak (sedentari) dan peningkatan volume darah yang menekan katup. Demikian juga dengan wanita hamil yang beresiko lebih besar mengalami vena varikosa karena peningkatan volume darah dan berat badan (Corwin 2009).
Vena yang berdilatasi dan berbelit secara abnormal terjadi dibeberapa tempat pada tungkai, rectum (hemoroid), esophagus (varises pada hipertensi portal), atau funikulus spermatikus (varikokel). Vena varikosa ini berkaitan dengan peningkatan tekanan dalam pembuluh darah yang terkena obstruksi pada drainase vena yang adekuat , atau peningkatan aliran darah dalam pembuluh darah yang terkena (Chandrasoma dan  Clive 2005).

B.       Klasifikasi
Varises dibedakan menjadi varises primer, dan sekunder. Penyebab  varises primer tampaknya adalah kelemahan struktural dari dinding pembuluh darah yang diturunkan. Dilatasi dapat disertai gangguan katup vena karena daun katup tidak mampu menutup dan menahan aliran refluks. Varises primer cenderung terjadi pada vena-vena permukaan karena kurangnya dukungan dari luar atau kurangnya resistensi jaringan subkutan.
Varises sekunder disebabkan oleh gangguan patologi system vena dalam yang timbul congenital atau didapat, menyebabkan dilatasi vena-vena permukaan penghubung atau kolateral  (Price dan  Lorraine 1994).

C.       Etiologi
Varises dibedakan menjadi primer dan sekunder. Namun, penyebab varises vena yang pasti belum diketahui. Penyebab varises primer adalah kelemahan struktural pada dinding pembuluh darah yang diturunkan. Dilatasi dapat disertai gangguan katup vena karena daun katup tidak dapat menahan aliran refluks. Varises primer cenderung terjadi pada vena-vena permukaan karena kurangnya dukungan dari luar atau kurangnya resistensi jaringan subkutan (Muttaqin 2009).
Pada tungkai, vena varikosa mengenai system vena safena superfisia dan disebabkan oleh (1) obstruksi vena profunda pada tungkai, vena varikosa superficial mencerminkan drainase vena kolateral; atau (2) inkompetensi katup dalam vena safena dan vena perforasi normalnya mencegah aliran darah dari vena profunda ke vena superfisial. Mekanisme kedua berkaitan dengan tipe potensi katup yang bertanggungjawab pada sebagian besar kasus vena varikosa. Penyebab inkopetensikatup tidak diketahui, tetapi mungkin merupakan fenomena degenerative (Chandrasoma  2005).


D.      Patofisiologi
Varises sekunder disebabkan oleh gangguan patologi sistem vena dalam, yamg timbul congenital atau didapat sejak lahir. Hal ini menyebabkan dilatasi vena-vena permukaan, penghubung atau kolateral. Misalnya, kerusakan katup vena pada sistem vena dalam akan mengganggu aliran darah menuju jantung, resultan statis, dan penimbunan darah menyebabkan hipertensi vena dalam. Jika katup vena penghubung atau penyambung tidak berfungsi dengan baik, maka peningkatan tekanan sirkuit vena dalam akan menyebabkan aliran balik darah kedalam vena penghubung.
Darah vena akan dialirkan ke vena permukaan dari vena dalam. Hal ini merupakan factor predisposisi timbulnya varises sekunder pada vena-vena permukaan. Pada keadaan ini, vena permukaan berfungsi sebagai pembuluh polateral untuk system vena dalam, memirau darah dari daerah yang mati (Muttaqin  2009).

E.       Manifestasi Klinis
Vena varikosa dapat terlihat pada tungkai sebagai dilatasi vena berliku-liku yang jelas terlihat, penyebarannya bergantung pada katup mana yang inkompeten. Vena varikosa ini berkaitan dengan obesitas dan kehamilan, serta mungkin terdapat predisposisi familia (Chandrasoma 2005).
Manifestasi Klinis yang paling umum dari varises vena adalah gangguan kosmetik. Varises primer sering menimbulkan nyeri tumpul yang ringan pada tungkai, terutama menjelang malam. Rasa tidak nyaman secara khas akan berkurang dengan mengangkat kaki dan memakai stocking penunjang. Rasa tidak nyaman karena varises sekunder cenderung lebih berat. Diagnosis varises vena mudah dilakukan dan didasarkan pada observasi dan palpasi vena yang berdilatasi.
Komplikasi tidak lazim terjadi. Tromboflebitis permukaan atau perdarahan dengan ekimosis dapat terjadi. Varises sekunder dapat menyebabkan terjadinya edema, dermatitis stasis, atau ulserasi  (Price 1994).

F.        Komplikasi
Menurut Corwin pada tahun 2009 komplikasi varises vena  ada 2 yaitu :
1.         Dapat terbentuk bekuan darah, karena resiko pembentukan bekuan meningkat apabila terjadi pengumpulan darah atau aliran darah melambat.
2.         Dapat terjadi insufisiensi vena kronis apabila darah yang terkumpul di sitem vascular cukup banyak yang secara bermakna menurunkan curah jantung. Edema di kaki dan pergelangan kaki akan terjadi.

G.      Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin pada tahun 2009 pemeriksaan penunjang varises vena dibagi menjadi 2 yaitu :
1.         Uji Brodie-Trendelenburg
Merupakan uji yang paling sering dilakukan pada varises. Uji ini memperlihatkan aliran balik darah melalui katup inkompeten vena superficial dan cabang-cabang yang berhubungan dengan vena dalam tungkai.
Klien diminta untuk berbaring, tungkai yang terkena ditinggikan untuk mengosongkan vena. Selanjutnya pasang torniket karet lunak di sekeliling tungkai atas untuk menyumbat vena dan klien diminta berdiri. Apabila katup vena komunikans inkompeten, maka darah akan mengalir dari vena dalam ke vena superfisial. Apabila pada saat torniket dilepas darah mengalir dengan cepat dari atas ke vena superficial, artinya bahwa katup vena superfisial juga inkompeten.
Uji ini digunakan untuk menentukan jenis penanganan yang direkomendasikan untuk varises.
2.         Uji Perthes
Adalah suatu prosedur diagostik yang dengan mudah menunjukkan apakah system vena dalam dan vena komunikans semuanya kompeten. Sebuah torniket dipasang tepat dibawah lutut, kemudian klien diminta untuk berjalan-jalan. Apabila varises menghilang, artinya system vena dalam dan pembuluh komunikans kompeten. Apabila pembuluh darah tidak mampu mengosongkan diri, namun justru mengalami distensi saat berjalan, artinya terjadi inkompetensi atau obstruksi.
Uji diagnostic tambahan untuk mengetahui adanya varises adalah Doppler Flow meter, venografi, dan pletismografi. Doppler Flow meter dapat mendeteksi adanya aliran balik di vena superficial dengan inkompetensi katup setelah penekanan tungkai. Venografi meliputi penyuntikan media kontras radiografi ke dalam vena tungkai sehingga anatomi vena dapat ditampilkan melalui penelitian sinar-x pada berbagai gerakan tungkai. Pletismografi mengukur perubahan  dalam volume darah vena.

H.      Penatalaksanaan Medik
Menurut Muttaqin, 2009 :
1.         Pengobatan
Metode-metodde pemeriksaan fisik yang dijelaskan didepan, seperti penyongkong untuk mubgurangi stasis vena harus diberikan pada penderita varises. Pada varises kecil yang asimtomatik dapat dipertimbangkan suntikan dengan obat sklerotik. Akan teapi, skleroterapi saat ini hanya memiliki peranan kecil.
2.         Operasi
Dapat diindikasikan untuk memperbaiki penampilan tunkai bawah, menghilangkan rasa tidak nyaman , atau menghindari tromboflebitis permukaan rekuren. Pada operasi biasanya dilakutan ligasi dan pemotongan vena safena makna dan parva. Vena yang terserang tidak menunjukan gejala, melainkan hanya terganggu oleh penampakan oleh kosmetik yang buruk akibat vena yang melebar. Gejala yang mungkin terjadi adalah: tegang, kram otot, kelelahan otot tungkai bawah. Edema tumit dan rasa berat tungkai kram sering terjadi dimalam hari.
3.         Analgetik
Berguna dalam memberikan rasa nyaman bagi klaien untuk menggerakkan ekxtremitas yang terkena dengan lebih nyaman. Balutan diinfeksi akan adanya pendarahan, khususnya diselakangan dimana resiko pendarahannya paling tinngi. Perasaan adanya. Paku dan jarum atau hipersensitif terhadap rabaan pada ekstremitas yang baru diopeerasi menujukkan adanya cidera saraf sementara atau permanen akibat pembedahan. Vena safena dan saraf berjalan berdampingan disepanjang tungkai. Klaien memerlukan stoking dalam jangka panjang setah pemulangan. Harus dibuat rencana untuk menyediakan stoking dan perban elastic secukupnya, serta latihan tungkai.
4.         Skleroterapi
Pada skleroterapi disuntikkan bahan kimia iritatif seperti 0,5% natrium tetradecyl sulfat (sorfadecol) kedalam vena yang akan mengiritasi endotel vena serta menyebabkan flebitis dan fibrosis local. Akibatnya terjadi opliterasi lumen vena. Penanganan ini dapat berdiri sendiri untuk varises kecil atau dilakukan setelah legasi atau vena meluruh. Skleroterapi lebih bersifat paliatif daripada kuratif. Setekah penyuntikan bahan skelorsing, kemudian segera dipasang balu elastic pada tungkai. Balutan ini dipertahankan selama 5 hari. Setelah itu, diganti dengan stoking elastic 5 minggu kemudian. Berjalan-jalan sangat penting memelihara aliran darah tungkai. Apabila klien merasakan rasa terbakar pada tungkai yang disuntik dalam 1 atau 2 hari, maka untuk menghilangkannya cukup diberi analgetik ringan atau klien diminta untuk berjalan-jalan. Balutan pertama harus dibuka oleh petugas kesehatan. Pada saat ini klien sulut sekali mandi, klien dapat mengenakan kantung plastik pada tungkai yang dioperasi dan dikencangkan tepat diatas balutan, sehingga klien bisa mandi tanpa membahasi balutan. Skleroterapi mulai kehilangan popularitasnya karena adanya kemungkinan komplikasi trombosisi, nerosis pada tempat penyuntikan, vasopasme, hemolisis, dan reaksi alergi akibat larutan pekat, namun, tersedia larutan skelerosing berkadang rendah yang memungkinkan dilakukan skleroterapi dengan atau tanpa pembedahan oleh karena itu, skleroterapi kembali memperoleh sebagian popularitasny





BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.       Pengkajian
1.      Kaji derajat dan tipe nyeri.
Tingkat aktivitas, gangguan pergerakan: penyebab, tanda-tanda, gejala dan efek dari gangguan pergerakan.
2.      Kaji kualitas denyut perifer.
Perubahan suhu pada kedua tungkai bawah. Periksa adanya edema dan derajat edema terutama pada kedua tungkai bawah.
3.      Kaji status nutrisi
Riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan.

B.       Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri
2.      Gangguan integtritas kulit b/d insufiseinsi vaskuler.
3.      Gangguan mobilitas fisik b/d keterbatasan aktivitas akibat nyeri.
4.      Gangguan citra tubuh b/d varises.

C.       Intervensi
1.      Nyeri
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
a.       Kaji derajat nyeri. Catat perilaku melindungi ekstremitas.
Rasional :  Derajat nyeri secara langsung berhubungan dengan luasnya kekurangan sirkulasi, proses inflamasi.
b.      Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional :  Menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan kontraksi otot dan gerakan.
c.       Tinggikan ekstremitas yang sakit.
Rasional :  Mendorong aliran balik vena untuk memudahkan sirkulasi, menurunkan pembentukan statis
d.      Dorong pasien untuk sering mengubah posisi.
Rasional :  Menurunkan/mencegah kelemahan otot, membantu meminimalkan spasme otot.
e.       Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :  Mengurangi nyeri dan menurunkan ketegangan otot.
2.      Gangguan integritas kulit b/d insufisiensi vaskular.
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi :
a.       Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
Rasional :  Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
b.      Kaji ekstremitas untuk penonjolan vena yang jelas.
Rasional :  Distensi vena superfisial dapat terjadi pada TVD karena aliran balik melalui vena percabangan.
c.       Ubah posisi secara periodik dan hindari pemijatan pada ekstremitas yang sakit.
Rasional :  Meningkatkan sirkulasi, pemijatan potensial memecahkan/ menyebarkan trombus sehingga menyebabkan embolus.
d.      Bantu  untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.
Rasional :  Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
e.       Lakukan kompres hangat, basah atau panas pada ekstremitas yang sakit bila diindikasikan.
Rasional :  Meningkatkan vasodilatasi dan aliran balik vena dan perbaikan edema lokal.
3.      Gangguan mobilitas fisik b/d keterbatasan aktivitas akibat nyeri.
Tujuan :  Menunjukkan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi :
a.       Pertahankan posisi tubuh yang tepat.
Rasional :  Meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi risiko cedera), posisi fungsional pada ekstremitas.
b.      Perhatikan sirkulasi, gerakan, dan sensasi secara sering.
Rasional :  Edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas sehingga potensial terjadinya nekrosis jaringan.
c.       Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif.
Rasional :  Meningkatkan pemeliharaan fungsi jaringan
d.      Jadwalkan aktivitas dan perawatan untuk memberikan periode istirahat yang tidak terganggu.
Rasional : Mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktivitas.
e.       Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang gerak.
Rasional :  Memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konsisten.
4.      Gangguan citra tubuh b/d varises
Tujuan : Peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit.
Intervensi :
a.       Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan.
Rasional :  Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung.
b.      Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang terdekat menerima.
Rasional :  Isyarat verbal/nonverbal ornag terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya.
c.       Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
Rasional :  Nyeri konstan akan melelahkan,  perasaan marah, dan bermusuhan umum terjadi.
d.      Perhatikan perilaku menarik diri, penggunan menyangkal atau terlalu memperhatikan tubuh/perubahan.
Rasional :  dapat menunjukkan emosional atau metode koping maladaptif, membutuhkan  intervensi lebih lanjut/dukung psikologis.
e.       Susun batasan maladaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
Rasional :  Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
f.        Ikut sertakan  pasien dalam  merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas
Rasional: Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian dan partisipasi dalam terapi.

D.      EVALUASI
1.      Nyeri hilang atau terkontrol.
2.      Mempertahankan integritas kulit.
3.      Menunjukkan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
4.      Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan.
5.      Peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit.



E.    

Vena Varikosa
 
PATHWAY

 


BAB IV
            PENUTUP
A.       Kesimpulan
Varises merupakan vena yang melebar dan berkelak-kelok yang terjadi ditempat darah berkumpul, biasanya di tungkai. Karena aliran darah vena didorong oleh kontraksi otot rangka disekitarnya yang memeras darah untuk kembali ke jantung  (Corwin  2009).

B.       Saran
Seluruh anggota tubuh kita sangat penting, jadi sayangilah bagian-bagiannya baik dari dalam maupun dari luar agar hidup lebih berarti dan selalu sehat.




DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Chandrasoma, Parakrama. Taylor, Clive R. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta:ECD. Halaman 303).
Corwin, Elisabeth.J. 2009. Buku Saku Fisiologi. Jakarta:EGC.Halaman 490-491
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 282-283
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4.Jakarta:ECD. Halaman 636



Tidak ada komentar:

Posting Komentar