BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Varises merupakan vena
yang melebar dan berkelak-kelok yang terjadi ditempat darah berkumpul, biasanya
di tungkai. Karena aliran darah vena didorong oleh kontraksi otot rangka
disekitarnya yang memeras darah untuk kembali ke jantung, posisi berdiri yang
lama tanpa kontraksi otot dapat menyebabkan penimbunan darah di tungkai. Vena
varikosa juga dapat terjadi jika katup yang secara normal mencegah arus balik
darah menjadi terlalu lemah sehingga darah lebih banyak yang kembali. Apabila
katup tersebut lemah, darah akan tetap mengisi penuh vena-vena di bawahnya.
Inkompetensi atau
kelemahan katup dapat merupakan predisposisi herediter, atau terjadi akibat
trauma pada katup. Obesitas dapat menjadi resiko pembentukan vena varikosa karena
berkaitan dengan gaya hidup yang tidak bergerak (sedentari) dan peningkatan
volume darah yang menekan katup. Demikian juga dengan wanita hamil yang
beresiko lebih besar mengalami vena varikosa karena peningkatan volume darah
dan berat badan (Corwin 2009)
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud varises vena?
2. Apa
saja klasifikasi varises vena?
3. Apa
penyebab varises vena?
4. Bagaimana
patofisiologi varises vena?
5. Apa
saja tanda dan gejala varises vena?
6. Apa
saja komplikasi varises vena?
7. Bagaimana
pemeriksaan penunjangnya?
8. Bagaimana
penatalaksanaanya?
9. Bagaimana
asuhan keperawatan dari varises vena?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian varises vena
2. Untuk
mengetahui klasifikasi varises vena
3. Untuk
mengetahui penyebab varises vena
4. Untuk
mengetahui patofisiologi dari varises vena
5. Untuk
mengetahui tand adan gejala dari varises vena
6. Untuk
mengetahui komplikasi varises vena
7. Untuk
mengetahui pemeriksaan penunjang dari varises vena
8. Untuk
mengetahui penatalaksanaan varises vena
9. Untuk
mengetahui asuhan keperawatan dari varises vena
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Varises
Varises merupakan vena
yang melebar dan berkelak-kelok yang terjadi ditempat darah berkumpul, biasanya
di tungkai. Karena aliran darah vena didorong oleh kontraksi otot rangka
disekitarnya yang memeras darah untuk kembali ke jantung, posisi berdiri yang
lama tanpa kontraksi otot dapat menyebabkan penimbunan darah di tungkai. Vena
varikosa juga dapat terjadi jika katup yang secara normal mencegah arus balik
darah menjadi terlalu lemah sehingga darah lebih banyak yang kembali. Apabila
katup tersebut lemah, darah akan tetap mengisi penuh vena-vena di bawahnya.
Inkompetensi atau
kelemahan katup dapat merupakan predisposisi herediter, atau terjadi akibat
trauma pada katup. Obesitas dapat menjadi resiko pembentukan vena varikosa
karena berkaitan dengan gaya hidup yang tidak bergerak (sedentari) dan
peningkatan volume darah yang menekan katup. Demikian juga dengan wanita hamil
yang beresiko lebih besar mengalami vena varikosa karena peningkatan volume
darah dan berat badan (Corwin 2009).
Vena yang berdilatasi
dan berbelit secara abnormal terjadi dibeberapa tempat pada tungkai, rectum
(hemoroid), esophagus (varises pada hipertensi portal), atau funikulus
spermatikus (varikokel). Vena varikosa ini berkaitan dengan peningkatan tekanan
dalam pembuluh darah yang terkena obstruksi pada drainase vena yang adekuat ,
atau peningkatan aliran darah dalam pembuluh darah yang terkena (Chandrasoma dan Clive 2005).
B.
Klasifikasi
Varises dibedakan
menjadi varises primer, dan sekunder. Penyebab varises
primer tampaknya adalah kelemahan struktural dari dinding pembuluh darah yang
diturunkan. Dilatasi dapat disertai gangguan katup vena karena daun katup tidak
mampu menutup dan menahan aliran refluks. Varises primer cenderung terjadi pada
vena-vena permukaan karena kurangnya dukungan dari luar atau kurangnya
resistensi jaringan subkutan.
Varises sekunder
disebabkan oleh gangguan patologi system vena dalam yang timbul congenital atau
didapat, menyebabkan dilatasi vena-vena permukaan penghubung atau kolateral (Price dan Lorraine 1994).
C.
Etiologi
Varises dibedakan
menjadi primer dan sekunder. Namun, penyebab varises vena yang pasti belum
diketahui. Penyebab varises primer adalah kelemahan struktural pada dinding
pembuluh darah yang diturunkan. Dilatasi dapat disertai gangguan katup vena
karena daun katup tidak dapat menahan aliran refluks. Varises primer cenderung
terjadi pada vena-vena permukaan karena kurangnya dukungan dari luar atau kurangnya
resistensi jaringan subkutan
(Muttaqin 2009).
Pada tungkai, vena
varikosa mengenai system vena safena superfisia dan disebabkan oleh (1)
obstruksi vena profunda pada tungkai, vena varikosa superficial mencerminkan
drainase vena kolateral; atau (2) inkompetensi katup dalam vena safena dan vena
perforasi normalnya mencegah aliran darah dari vena profunda ke vena
superfisial. Mekanisme kedua berkaitan dengan tipe potensi katup yang
bertanggungjawab pada sebagian besar kasus vena varikosa. Penyebab
inkopetensikatup tidak diketahui, tetapi mungkin merupakan fenomena
degenerative (Chandrasoma 2005).
D.
Patofisiologi
Varises sekunder
disebabkan oleh gangguan patologi sistem vena dalam, yamg timbul congenital
atau didapat sejak lahir. Hal ini menyebabkan dilatasi vena-vena permukaan,
penghubung atau kolateral. Misalnya, kerusakan katup vena pada sistem vena
dalam akan mengganggu aliran darah menuju jantung, resultan statis, dan
penimbunan darah menyebabkan hipertensi vena dalam. Jika katup vena penghubung
atau penyambung tidak berfungsi dengan baik, maka peningkatan tekanan sirkuit
vena dalam akan menyebabkan aliran balik darah kedalam vena penghubung.
Darah vena akan
dialirkan ke vena permukaan dari vena dalam. Hal ini merupakan factor
predisposisi timbulnya varises sekunder pada vena-vena permukaan. Pada keadaan
ini, vena permukaan berfungsi sebagai pembuluh polateral untuk system vena
dalam, memirau darah dari daerah yang mati (Muttaqin 2009).
E.
Manifestasi
Klinis
Vena varikosa dapat
terlihat pada tungkai sebagai dilatasi vena berliku-liku yang jelas terlihat,
penyebarannya bergantung pada katup mana yang inkompeten. Vena varikosa ini
berkaitan dengan obesitas dan kehamilan, serta mungkin terdapat predisposisi
familia (Chandrasoma 2005).
Manifestasi Klinis yang
paling umum dari varises vena adalah gangguan kosmetik. Varises primer sering
menimbulkan nyeri tumpul yang ringan pada tungkai, terutama menjelang malam.
Rasa tidak nyaman secara khas akan berkurang dengan mengangkat kaki dan memakai
stocking penunjang. Rasa tidak nyaman karena varises sekunder cenderung lebih
berat. Diagnosis varises vena mudah dilakukan dan didasarkan pada observasi dan
palpasi vena yang berdilatasi.
Komplikasi tidak lazim terjadi.
Tromboflebitis permukaan atau perdarahan dengan ekimosis dapat terjadi. Varises
sekunder dapat menyebabkan terjadinya edema, dermatitis stasis, atau ulserasi (Price 1994).
F.
Komplikasi
Menurut Corwin pada tahun 2009 komplikasi varises vena ada 2 yaitu :
1.
Dapat terbentuk bekuan darah, karena
resiko pembentukan bekuan meningkat apabila terjadi pengumpulan darah atau
aliran darah melambat.
2.
Dapat terjadi insufisiensi vena kronis
apabila darah yang terkumpul di sitem vascular cukup banyak yang secara bermakna
menurunkan curah jantung. Edema di kaki dan pergelangan kaki akan terjadi.
G.
Pemeriksaan
Penunjang
Menurut Muttaqin pada tahun 2009 pemeriksaan penunjang varises vena dibagi
menjadi 2 yaitu :
1.
Uji Brodie-Trendelenburg
Merupakan uji yang
paling sering dilakukan pada varises. Uji ini memperlihatkan aliran balik darah
melalui katup inkompeten vena superficial dan cabang-cabang yang berhubungan
dengan vena dalam tungkai.
Klien diminta untuk
berbaring, tungkai yang terkena ditinggikan untuk mengosongkan vena.
Selanjutnya pasang torniket karet lunak di sekeliling tungkai atas untuk
menyumbat vena dan klien diminta berdiri. Apabila katup vena komunikans
inkompeten, maka darah akan mengalir dari vena dalam ke vena superfisial.
Apabila pada saat torniket dilepas darah mengalir dengan cepat dari atas ke
vena superficial, artinya bahwa katup vena superfisial juga inkompeten.
Uji ini digunakan untuk
menentukan jenis penanganan yang direkomendasikan untuk varises.
2.
Uji Perthes
Adalah suatu prosedur
diagostik yang dengan mudah menunjukkan apakah system vena dalam dan vena
komunikans semuanya kompeten. Sebuah torniket dipasang tepat dibawah lutut,
kemudian klien diminta untuk berjalan-jalan. Apabila varises menghilang,
artinya system vena dalam dan pembuluh komunikans kompeten. Apabila pembuluh
darah tidak mampu mengosongkan diri, namun justru mengalami distensi saat
berjalan, artinya terjadi inkompetensi atau obstruksi.
Uji diagnostic tambahan
untuk mengetahui adanya varises adalah Doppler
Flow meter, venografi, dan pletismografi. Doppler Flow meter dapat mendeteksi adanya aliran balik di vena
superficial dengan inkompetensi katup setelah penekanan tungkai. Venografi
meliputi penyuntikan media kontras radiografi ke dalam vena tungkai sehingga
anatomi vena dapat ditampilkan melalui penelitian sinar-x pada berbagai gerakan
tungkai. Pletismografi mengukur perubahan
dalam volume darah vena.
H.
Penatalaksanaan
Medik
Menurut Muttaqin,
2009 :
1.
Pengobatan
Metode-metodde
pemeriksaan fisik yang dijelaskan didepan, seperti penyongkong untuk mubgurangi
stasis vena harus diberikan pada penderita varises. Pada varises kecil yang
asimtomatik dapat dipertimbangkan suntikan dengan obat sklerotik. Akan teapi,
skleroterapi saat ini hanya memiliki peranan kecil.
2.
Operasi
Dapat diindikasikan
untuk memperbaiki penampilan tunkai bawah, menghilangkan rasa tidak nyaman ,
atau menghindari tromboflebitis permukaan rekuren. Pada operasi biasanya
dilakutan ligasi dan pemotongan vena safena makna dan parva. Vena yang
terserang tidak menunjukan gejala, melainkan hanya terganggu oleh penampakan
oleh kosmetik yang buruk akibat vena yang melebar. Gejala yang mungkin terjadi
adalah: tegang, kram otot, kelelahan otot tungkai bawah. Edema tumit dan rasa
berat tungkai kram sering terjadi dimalam hari.
3.
Analgetik
Berguna dalam
memberikan rasa nyaman bagi klaien untuk menggerakkan ekxtremitas yang terkena
dengan lebih nyaman. Balutan diinfeksi akan adanya pendarahan, khususnya
diselakangan dimana resiko pendarahannya paling tinngi. Perasaan adanya. Paku
dan jarum atau hipersensitif terhadap rabaan pada ekstremitas yang baru
diopeerasi menujukkan adanya cidera saraf sementara atau permanen akibat pembedahan.
Vena safena dan saraf berjalan berdampingan disepanjang tungkai. Klaien
memerlukan stoking dalam jangka panjang setah pemulangan. Harus dibuat rencana
untuk menyediakan stoking dan perban elastic secukupnya, serta latihan tungkai.
4.
Skleroterapi
Pada skleroterapi
disuntikkan bahan kimia iritatif seperti 0,5% natrium tetradecyl sulfat
(sorfadecol) kedalam vena yang akan mengiritasi endotel vena serta menyebabkan
flebitis dan fibrosis local. Akibatnya terjadi opliterasi lumen vena.
Penanganan ini dapat berdiri sendiri untuk varises kecil atau dilakukan setelah
legasi atau vena meluruh. Skleroterapi lebih bersifat paliatif daripada
kuratif. Setekah penyuntikan bahan skelorsing, kemudian segera dipasang balu
elastic pada tungkai. Balutan ini dipertahankan selama 5 hari. Setelah itu,
diganti dengan stoking elastic 5 minggu kemudian. Berjalan-jalan sangat penting
memelihara aliran darah tungkai. Apabila klien merasakan rasa terbakar pada
tungkai yang disuntik dalam 1 atau 2 hari, maka untuk menghilangkannya cukup
diberi analgetik ringan atau klien diminta untuk berjalan-jalan. Balutan
pertama harus dibuka oleh petugas kesehatan. Pada saat ini klien sulut sekali
mandi, klien dapat mengenakan kantung plastik pada tungkai yang dioperasi dan
dikencangkan tepat diatas balutan, sehingga klien bisa mandi tanpa membahasi
balutan. Skleroterapi mulai kehilangan popularitasnya karena adanya kemungkinan
komplikasi trombosisi, nerosis pada tempat penyuntikan, vasopasme, hemolisis,
dan reaksi alergi akibat larutan pekat, namun, tersedia larutan skelerosing
berkadang rendah yang memungkinkan dilakukan skleroterapi dengan atau tanpa
pembedahan oleh karena itu, skleroterapi kembali memperoleh sebagian
popularitasny
BAB III
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Kaji derajat
dan tipe nyeri.
Tingkat aktivitas, gangguan
pergerakan: penyebab, tanda-tanda, gejala dan efek dari gangguan pergerakan.
2. Kaji
kualitas denyut perifer.
Perubahan suhu pada kedua
tungkai bawah. Periksa adanya edema dan derajat edema terutama pada kedua
tungkai bawah.
3. Kaji
status nutrisi
Riwayat penyakit sebelumnya
yang berhubungan.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1. Nyeri
2. Gangguan
integtritas kulit b/d insufiseinsi vaskuler.
3. Gangguan
mobilitas fisik b/d keterbatasan aktivitas akibat nyeri.
4. Gangguan citra tubuh b/d varises.
C.
Intervensi
1. Nyeri
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
a. Kaji
derajat nyeri. Catat perilaku melindungi ekstremitas.
Rasional :
Derajat nyeri secara langsung berhubungan dengan luasnya kekurangan
sirkulasi, proses inflamasi.
b. Pertahankan
tirah baring selama fase akut.
Rasional :
Menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan kontraksi otot dan gerakan.
c. Tinggikan
ekstremitas yang sakit.
Rasional :
Mendorong aliran balik vena untuk memudahkan sirkulasi, menurunkan
pembentukan statis
d. Dorong
pasien untuk sering mengubah posisi.
Rasional
: Menurunkan/mencegah kelemahan otot,
membantu meminimalkan spasme otot.
e. Kolaborasi
pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :
Mengurangi nyeri dan menurunkan ketegangan otot.
2. Gangguan
integritas kulit b/d insufisiensi vaskular.
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi :
a. Kaji
integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
Rasional :
Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi.
Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
b. Kaji
ekstremitas untuk penonjolan vena yang jelas.
Rasional :
Distensi vena superfisial dapat terjadi pada TVD karena aliran balik
melalui vena percabangan.
c. Ubah
posisi secara periodik dan hindari pemijatan pada ekstremitas yang sakit.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi, pemijatan potensial memecahkan/ menyebarkan
trombus sehingga menyebabkan embolus.
d. Bantu untuk
latihan rentang gerak pasif atau aktif.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
e. Lakukan
kompres hangat, basah atau panas pada ekstremitas yang sakit bila
diindikasikan.
Rasional :
Meningkatkan vasodilatasi dan aliran balik vena dan perbaikan edema
lokal.
3. Gangguan
mobilitas fisik b/d keterbatasan aktivitas akibat nyeri.
Tujuan :
Menunjukkan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi :
a. Pertahankan
posisi tubuh yang tepat.
Rasional :
Meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi risiko cedera), posisi
fungsional pada ekstremitas.
b. Perhatikan
sirkulasi, gerakan, dan sensasi secara sering.
Rasional :
Edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas sehingga potensial
terjadinya nekrosis jaringan.
c. Bantu
dengan rentang gerak aktif/pasif.
Rasional :
Meningkatkan pemeliharaan fungsi jaringan
d. Jadwalkan
aktivitas dan perawatan untuk memberikan periode istirahat yang tidak
terganggu.
Rasional : Mencegah kelelahan, mempertahankan
kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktivitas.
e. Dorong
dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang gerak.
Rasional :
Memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien
dan memberikan terapi lebih konsisten.
4. Gangguan citra tubuh b/d varises
Tujuan : Peningkatan
rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit.
Intervensi :
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses
penyakit, harapan masa depan.
Rasional :
Berikan kesempatan untuk
mengidentifikasi rasa takut/kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung.
b. Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang
terdekat menerima.
Rasional :
Isyarat verbal/nonverbal
ornag terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang
dirinya.
c. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan,
ketergantungan.
Rasional :
Nyeri konstan akan
melelahkan, perasaan marah, dan
bermusuhan umum terjadi.
d. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunan menyangkal
atau terlalu memperhatikan tubuh/perubahan.
Rasional :
dapat menunjukkan
emosional atau metode koping maladaptif, membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukung psikologis.
e. Susun batasan maladaptif. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
Rasional :
Membantu pasien untuk
mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
f.
Ikut
sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal
aktivitas
Rasional:
Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian dan
partisipasi dalam terapi.
D.
EVALUASI
1. Nyeri
hilang atau terkontrol.
2. Mempertahankan
integritas kulit.
3. Menunjukkan
teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
4. Menunjukkan
peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan.
5. Peningkatan
rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit.
E.
|
PATHWAY
![]() |
|||
![]() |
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Varises merupakan vena
yang melebar dan berkelak-kelok yang terjadi ditempat darah berkumpul, biasanya
di tungkai. Karena aliran darah vena didorong oleh kontraksi otot rangka
disekitarnya yang memeras darah untuk kembali ke jantung (Corwin 2009).
B. Saran
Seluruh anggota
tubuh kita sangat penting, jadi sayangilah bagian-bagiannya baik dari dalam
maupun dari luar agar hidup lebih berarti dan selalu sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001.
Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Chandrasoma,
Parakrama. Taylor, Clive R. 2005. Ringkasan
Patologi Anatomi. Jakarta:ECD. Halaman 303).
Corwin,
Elisabeth.J. 2009. Buku Saku Fisiologi.
Jakarta:EGC.Halaman 490-491
Muttaqin,
Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 282-283
Price,
Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4.Jakarta:ECD. Halaman 636
Sumber Askep Dari: http://www.ilmukeperawatan.info/2011/10/asuhan-keperawatan-vena-varikosa.html#ixzz4JXrJ2yll